SUKABUMIUPDATE.com - Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab atau HRS bakal mengambil langkah lanjutan setelah Mahkamah Agung atau MA memutuskan untuk mengurangi hukuman kliennya menjadi 2 tahun penjara.
"Insyaallah kita akan ajukan Peninjauan Kembali, karena kasus HRS di Rumah Sakit UMMI tidak layak dipenjara walau sehari, sebab hanya kasus prokes dan itu pun hanya ucapan 'baik-baik Saja'," kata kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar dikutip dari Tempo, Senin, 15 November 2021.
Putusan Mahkamah Agung terbaru memangkas setengah hukuman HRS yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yakni 4 tahun penjara. Putusan penjara selama 4 tahun ini sebelumnya juga telah dikuatkan dalam vonis tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Majelis hakim MA dipimpin oleh Suhardi, dengan anggotanya, yaitu Soesilo dan Suharto. Dalam amar putusannya, majelis hakim MA memutuskan menolak kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Hakim MA menyatakan, HRS memang telah membuat keonaran akibat perbuatannya. Namun keonaran yang dilakukan mantan Imam Besar Front Pembela Islam atau FPI hanya terjadi di media massa. Atas dasar itu, majelis mempertimbangkan bahwa pidana 4 tahun terlalu berat.
"Tidak terjadi korban jiwa/fisik atau harta benda serta terhadap terdakwa selain dalam perkara a quo juga telah dijatuhi pidana dalam perkara lainnya yang merupakan rangkaian peristiwa menyangkut Covid-19," kata juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro.
Selain soal kasus RS Ummi Bogor, HRS juga dihukum dalam dua perkara kerumunan yaitu kerumunan di Petamburan dan Megamendung.
Dalam perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat HRS divonis delapan bulan penjara. Hakim menilai HRS terbukti melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yaitu tiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Sedangkan untuk perkara kerumunan di Megamendung, HRS dijatuhi hukuman denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan penjara. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan HRS terbukti bersalah karena tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, sesuai dakwaan alternatif pertama.
SUMBER: TEMPO