SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau kampus.
Dalam poin pertimbangan disebut, aturan ini dibuat karena semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas perguruan tinggi.
"Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi," demikian bunyi pasal 5 aturan yang diundangkan pada 3 September 2021 itu.
Pasal 10 mengatur, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.
Pasal 13-19 kemudian mengatur sanksi administratif kepada pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual. Sanksi administratif mulai dari yang ringan berbentuk teguran tertulis, atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
Kemudian, sanksi administratif sedang meliputi pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan atau pengurangan hak sebagai mahasiswa. Hak tersebut terdiri dari penundaan mengikuti perkuliahan alias skors, pencabutan beasiswa, atau pengurangan hak lain.
Terakhir, sanksi administratif berat berupa pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, atau pemberhentian tetap dari jabatan sebagai tenaga pendidik.
Aturan anyar ini juga mengamanatkan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus. Sanksi-sanksi administratif yang disebutkan di atas direkomendasikan oleh Satgas. "Satuan Tugas menyusun kesimpulan dan rekomendasi penanganan kekerasan seksual," demikian bunyi Pasal 43.
SUMBER: TEMPO