SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi surveilans atau deteksi Covid-19 untuk mencegah penularan Covid-19 selama pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Salah satunya tes acak covid-19 di sekolah.
Mengutip tempo.co, pemerintah akan melakukan tes acak dengan metode active case finding atau menjemput bola. Caranya, pemerintah akan mengidentifikasi jumlah sekolah di tingkat kabupaten/kota yang melaksanakan PTM. Selanjutnya, Kemenkes akan melakukan random sampling dengan mengambil sampel 10 persen dari total sekolah yang melaksanakan PTM.
Dari 10 persen tersebut, akan dibagi aplikasinya berdasarkan kecamatan. Kecamatan yang sekolahnya lebih banyak, otomatis sampel yang diambil akan lebih banyak.
"Terus, kami ambil 30 siswa dan 30 pengajar per sekolah itu, semuanya di swab PCR dengan metode full testing. Jadi kami ambil beberapa tesnya sekali jalan," ujar Budi dalam konferensi pers daring, 27 September 2021.
Semua biaya swab PCR ditanggung pemerintah. Dari perhitungan Kemenkes, untuk kebutuhan testing lebih dari 520 ribu sekolah, sudah disiapkan biaya test PCR per bulan sebesar Rp 515,5 miliar.
"Kami akan lakukan testing sekitar 1,7 juta sampel per bulan atau sekitar 30 ribu per hari," ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari hasil testing tersebut, jika positivity rate sekolah tersebut di bawah 1 persen, maka akan dilakukan pelacakan kontak erat, sementara PTM tetap berjalan.
Jika, positivity rate sekolah 1-5 persen, juga serupa, PTM masih bisa tetap berjalan. "Kalau di atas 5 persen, nah kami tutup seluruh sekolah, karena ada kemungkinan menyebar. Sekolahnya kami ubah dulu menjadi online selama 14 hari sambil kita lakukan evaluasi. Setelah bersih, boleh sekolah lagi," ujarnya.
Sejauh ini, uji coba tes acak sudah dilakukan di empat daerah, yakni; DKI Jakarta, Kota Semarang, Kota Surakarta, dan Kota Pekalongan. Uji coba menunjukkan hasil beragam. Untuk DKI Jakarta misalnya, dari 22 sekolah yang diuji, 8 sekolah yang diambil sampelnya, tidak ditemukan ada kasus positif Covid-19.
"Sisanya, ada yang positif Covid-19, tapi angkanya kecil-kecil. Jadi kalau angkanya kecil, bukan klaster. Klaster itu kita definisikan kalau penyebaran Covid-19 terjadi meluas di sekolah," ujar Budi.
Dari 22 sekolah tersebut, total sebanyak 66 orang dari 2.271 sampel ditemukan positif Covid-19 dan 158 sampel masih menunggu hasil. Kasus paling banyak ditemukan di SMP PGRI 20 Duren Sawit. Dari 266 sampel yang diperiksa, sebanyak 21 sampel positif Covid-19. "Nah, itu kemungkinan besar klaster, tapi klaster ini jumlahnya sedikit," ujarnya.
Namun, ujar Budi, kondisi ini tidak lantas membuat sekolah tatap muka menjadi menakutkan. "Kita harus belajar hidup bersama Covid-19 dengan manajemen risiko yang bagus. Bukan dengan kita takut atau menghindari, karena kita pasti harus belajar mengajar," ujarnya.
SUMBER: TEMPO.CO