SUKABUMIUPDATE.com - Ombudsman Republik Indonesia membuka Posko Pengaduan Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara atau CASN 2021 di semua kantor perwakilan di 34 provinsi untuk memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai prosedur, transparan, dan akuntabel.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan para pelamar dapat mengakses posko pengaduan lewat tautan bit.ly/pengaduanCASN2021. "Tautan itu dibuat sebagai salah satu wujud respons cepat Ombudsman dalam menangani laporan dan aduan dari masyarakat," kata dia, Selasa, 3 Agustus 2021.
Untuk pengaduan via internet, Robert menerangkan para pengadu diarahkan mengisi formulir dan menyiapkan beberapa persyaratan, antara lain scan/foto KTP, dokumen registrasi kartu SSCASN, dan bukti-bukti yang berkaitan dengan aduan.
Ombudsman menerima laporan dan aduan dari tiga pihak, yaitu perorangan/korban langsung, kelompok masyarakat yang menjadi korban langsung, dan pihak-pihak yang menerima kuasa dari korban. Robert menegaskan laporan/aduan kepada Ombudsman hanya dapat dilakukan setelah pengadu melaporkan hal tersebut ke instansi bersangkutan.
"Setidaknya ada enam tahapan penanganan aduan yang akan dilakukan oleh Ombudsman," ujarnya.
Pertama, pelapor diharapkan membuat laporan kepada helpdesk instansi bersangkutan. Kedua, pelapor menyampaikan laporan/keberatan/sanggahan atas ketidaklulusannya pada seleksi CASN kepada Ombudsman lewat posko pengaduan secara fisik atau virtual.
Ketiga, jika aduan dilayangkan melewati masa sanggah, maka laporan itu diberikan terlebih dahulu kepada instansi bersangkutan. Keempat, Ombudsman akan memverifikasi syarat dan isi laporan. Jika ada persyaratan yang belum dipenuhi, maka laporan akan tercatat sebagai konsultasi nonpelaporan dan tidak diperiksa.
Kelima, Ombudsman akan melakukan pemeriksaan terhadap laporan. Terakhir, Ombudsman akan berkoordinasi dengan instansi yang menjadi terlapor.
Perbuatan yang dapat disebut sebagai maladministrasi, antara lain perilaku melawan hukum, penyimpangan terhadap prosedur, penyalahgunaan kewenangan, inkompetensi, ketidakpatutan, penundaan berlarut-larut, dan diskriminasi.
Sumber: Tempo