SUKABUMIUPDATE.com - Presiden Jokowi kembali meluncurkan program BPUM atau Bantuan Produktif Usaha Mikro 2021, melanjutkan BPUM 2020. Dalam perjalanannya, banyak catatan dari sejumlah instansi negara terkait program ini.
Awalnya Rp 2,4 Juta
Program ini diluncurkan pertama kali oleh Jokowi pada Agustus 2020 dengan target 12 juta penerima. Total anggaran yang disiapkan Rp 28,8 triliun. Saat itu, Ia meminta agar bantuan ini dipakai sebaik-baiknya untuk membantu usaha para penerima.
"Jangan dipakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, yang konsumtif. Tapi untuk hal produktif," ujar Jokowi dalam siaran langsung, Senin, 24 Agustus 2020.
Dipangkas Rp 1,2 Juta
Bantuan ini kembali berlanjut di 2021, tapi nilai bantuannya dipangkas separuh menjadi Rp 1,2 juta untuk setiap usaha mikro. Februari 2021, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani membenarkan adanya pengurangan ini menyebut bantuan direncanakan untuk 14 juta penerima.
Moral Hazard
Di tengah persiapan peluncuran BPUM 2021, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menemukan sejumlah masalah dalam penyaluran BPUM ini. Masalah terjadi karena bantuan tersebut tidak harus dikembalikan oleh UMKM, sehingga digunakan untuk keperluan yang tidak berhubungan dengan usahanya.
"Ternyata itu cenderung menimbulkan moral hazard," kata Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Pungky Sumadi dalam keterangan tertulis pada Rabu, 26 Mei 2021.
Temuan ini disampaikan Pungky dalam rapat bersama menteri terkait. Salah satunya Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki yang punya hajatan BPUM.
Temuan BPK
Selanjutnya, Badan Pemeriksa keuangan (BPK) menemukan adanya penyaluran bantuan yang salah sasaran. Menurut BPK, terdapat penerima bantuan bagi pelaku usaha mikro yang tidak sesuai dengan kriteria penerima sebanyak 418.947.
"Dengan total nilai penyaluran sebesar Rp 1 triliun,” tulis IHPS II 2020 yang dikutip Bisnis, Selasa, 22 Juni 2021.
Salah satunya, bantuan justru mengalir ke kantong PNS atau ASN. “Sebanyak 56 penerima BPUM berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri,” tulis BPK dalam IHPS.
Respon Kementerian
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Mikro yang melaksanakan BPUM pun angkat bicara pada 24 Juni 2021. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim mengklaim telah menindaklanjuti temuan BPK ini.
Ia engatakan adanya informasi salah sasaran ini kemungkinan bersumber dari Laporan Awal Hasil Pemeriksaan BPK atas penyaluran BPUM sekitar bulan Desember 2020. Per Maret 2021, kata dia, rekomendasi temuan tersebut per sudah ditindaklanjuti oleh kementerian dan sudah dilakukan pengujian dapat diterima oleh tim BPK.
Catatan KPK
Terakhir pada 21 Juli 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memberi catatan atas program BPUM ini. Seperti BPK, KPK pun ikut menyinggung soal PNS dalam catatannya.
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, seluruh calon penerima BPUM harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima. "Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN (Badan Kepegawaian Negara) yang sudah berbasis NIK," Kata Firli.
Selain itu, KPK meminta Kementerian Koperasi aktif mendekati daerah yang terdampak berat pandemi. Sebab, KPK menemukan Dinas Koperasi di daerah tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima.
"Sehingga terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja, meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa," kata dia.
Jokowi Diingatkan, Jangan Salah Sasaran
Dengan sejumlah masalah yang terjadi, program BPUM tetap berlanjut, Jokowi akhirnya mengumumkan BPUM 2021. Masing-masing UMKM dapat Rp 1,2 juta dan total anggaran mencapai Rp 15,3 triliun.
Jumlah penerima ternyata hanya 12,8 juta usaha, bukan 14 juta seperti yang disampaikan Kementerian Keuangan pada Februari 2021. "Saya harap ini bisa membantu mendorong ekonomi kita semuanya," ujar Jokowi pada 30 Juli 2021.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta, Sarman Simanjorang, pun meminta penyaluran BPUM benar-benar selektif dipantau dinas di lapangan. "Jangan sampai bantuan ini salah sasaran," kata Sarman dalam keterangan tertulis pada Minggu, 31 Juli 2021.
SUMBER: TEMPO