SUKABUMIUPDATE.com - Dinamika masyarakat Indonesia yang 'terbelah' di tengah Pandemi Covid-19 mengakibatkan penanggulangan wabah tersendat. Solusinya adalah melakukan pendekatan nilai-nilai dan filosofi Pancasila dalam penanganan aspek kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Demikian rangkuman Focus Group Discussion (FGD) Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, yang dilaksanakan secara daring, Selasa, 13 Juli 2021 malam.
FGD dipimpin Ketua CSPS SKSG UI Guntur Subagja Mahardika dengan peserta para peneliti dan analis CSPS, yaitu Dr Nyoman Astawa, Yanuardi Syukur, Marlon Samuel Kansil, Andi Herviansyah, Ajeng Pramastuti, dan Muhammad Hamdani.
"Saatnya masyarakat bersatu bersama-sama menghadapi Pandemi Covid-19, filosofi Pancasila senjata ampuh atasi pandemi," ungkap ketua CSPS Guntur Subagja.
Peneliti CSPS UI Nyoman Astawa memotret dinamika masyarakat yang 'terbelah' akibat sikap prismatik, sehingga ketika menerima informasi tertentu tanpa ditelaah langsung disebar. "Peran media massa sangat besat di era 4.0 ini," kata dia.
Kecenderungan masyarakat yang begitu gandrung terhadap media sosial mengakibatkan adanya distorsi. "Ketidaksiapan para pelaku menjadi distorsi. Dari aspek itu kita harus membumikan Pancasila," tegas Astawa.
Sementara Andi Herviansyah melihat Pancasila sebagai ruh adalah strategi penting memerangi Covid-19. "Filosofi Pancasila untuk memenangi perang melawan Covid-19," tutur peneliti CSPS ini.
Sila pertama, mengajak masyarakat makin mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Sila kedua, kepedulian masyarakat saling membangun dalam kemanusiaan. Sila ketiga, bersatu bersama-sama memerangi Covid-19. Sila keempat, musyawarah dalam pengambilan keputusan strategis. Sila kelima, keadilan sosial dalam pelayanan kesehatan dan bantuan sosial penyintas dan masyarakat terdampak Covid-19. "Filosofi Pancasila diterima masyarakat dari Sabang sampai Merauke," jelas Andi.
Peneliti Marlon S Kansil menggambarkan dinamika politik, hukum, dan keamanan nasional yang terekam dalam perbincangan media sosial. Pada semester pertama ini intensitas polhukam meningkat. "Ada sekitar 24 persen yang berupa soundbite mendukung kebijakan pemerintah, namun 75 persennya berupa noise," urai peneliti CSPS UI tersebut.
Saat ini, kata peneliti CSPS Yanuardi Syukur, semua pihak perlu mencari titik temu dalam bangunan kebangsaan. "Aktivis dan buzzer lebih banyak mengusung titik pisahnya, ini harus dikurangi," ucap Yanuardi.
Muhammad Hamdani memaparkan sejumlah kebijakan pemerintah yang kontroversial yang dapat memicu respon masyarakat, seperti dibukanya pintu masuk penerbangan internasional. Sementara Ajeng Pramastuti melihat peran sosial media sangat penting untuk menyebarkan informasi positif penanganan Covid-19.
Warga Indonesia yang terpapar Covid-19 mencapai 2,6 juta orang dan meninggal 68 ribu jiwa. Sementara sebanyak 2,1 juta jiwa sembuh. "Dalam beberapa pekan terakhir ini meningkat lagi dan kita dulung PPKM Darurat untuk mempercepat pemulihan," kata Guntur Subagja.