SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah menggandeng empat organisasi masyarakat sipil, yakni Konsorsium Pembaruan Agraria, Serikat Petani Indonesia, Badan Registrasi Wilayah Adat, dan Gema Perhutanan Sosial dalam rangka mempercepat penyelesaian konflik agraria prioritas di tahun 2021.
Dalam rapat koordinasi Tim Bersama Reforma Agraria yang dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Jumat, 18 Juni 2021, para organisasi itu menyampaikan beberapa isu yang menjadi kendala penyelesaian konflik agaria. Antara lain indikasi intimidasi dan kriminalisasi di lapangan serta kebutuhan dukungan kepala daerah dalam penyelesaian konflik agraria.
Moeldoko mengatakan dirinya sudah berkoordinasi dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjaga lokasi-lokasi yang menjadi prioritas pada 2021 agar tidak terjadi kriminalisasi warga. Bahkan kata Moeldoko, Jokowi memberi target pada 2021 sebanyak 50 persen konflik agraria yang diajukan CSO selesai.
"Kami sudah membuka ruang kolaborasi bagi pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama. Silakan momentum ini dimaksimalkan untuk percepatan," kata Moeldoko.
Pada kesempatan yang sama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil juga mendukung upaya percepatan sebagaimana disampaikan Moeldoko. "Intinya kami terus bergerak cepat sebagaimana komitmen pada bulan Maret 2021, sudah banyak kemajuan yang dicapai meski beberapa ada yang belum tuntas. Kami dorong bersama penuntasannya," ucap Sofyan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengaku akan mempercepat implementasi kebijakan perhutanan sosial. "Penyelesaian semua lokasi konflik tenurial di atas permukiman akan diusulkan melalui mekanisme pelepasan sebab instrumen kebijakannya sudah tersedia dengan adanya Permen LHK yang baru terbit," kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto.
Bambang menuturkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan tujuh peraturan menteri sebagai tindak lanjut Cipta Kerja untuk memastikan pelaksanaan Undang-Undang berjalan secara efektif dan memberikan keadilan sosial. Termasuk Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Terkait dengan hal itu, Ketua Gema Perhutanan Sosial Siti Fikriyah mengapresiasi dukungan kebijakan yang telah diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kami mengapresiasi sudah ada dukungan kebijakan yang telah diterbitkan oleh Kementerian LHK pasca pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja untuk mempercepat penyelesaian lokasi prioritas. Namun mengenai permohonan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dapat berpotensi menjadi bottleneck," tutur Siti.
Sementara itu, Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin mengatakan tak ingin proses penyelesaian konflik agraria tidak berkorelasi dengan keadilan. "Kami tidak ingin proses penyelesaian konflik agraria tidak berkorelasi dengan keadilan. Penting dijaga bahwa subjek yang menerima hak adalah orang-orang yang berhak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria," ucap Iwan.
Di tahun 2021 Tim Bersama Reforma Agraria menargetkan penyelesaian konflik agraria di 137 lokasi prioritas. Sejauh ini pemerintah telah merampungkan penyelesaian konflik di 10 daerah dan akan menyerahkan 2.950 sertifikat kepada masyarakat.
Sementar, ada enam lokasi yang sedang diselesaikan dalam waktu dekat, antara lain di Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Nganjuk, Kota Batu, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Semarang.
Selain itu terdapat pula enam lokasi lain yang akan selesai proses redistribusi tanahnya pada Semester II 2021, yakni Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Malang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Ciamis, serta dua usulan lain di Kabupaten Lebak.
Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Petani Indonesia Sukabumi Rozak Daud turut menanggapi rencana tersebut. Rozak mengapresiasi langkah Tim Bersama Reforma Agraria karena melibatkan organisasi kemasyarakatan dalam penyelesaian konflik agraria prioritas di tahun 2021. "Kita berharap sinergitas pusat dan daerah harus memiliki semangat yang sama," katanya kepada sukabumiupdate.com, Senin, 21 Juni 2021.
Rozak menilai selama ini kebijakan pemerintah pusat untuk melibatkan organisasi petani dalam menyelesaikan konflik agraria tidak sampai ke pemerintah daerah. Ia mencotohkan kasus yang terjadi di Warungkiara, Kabupaten Sukabumi. "Di pusat usulan Serikat Petani Indonesia, namun di daerah kita tidak dilibatkan secara teknis," kata dia. "Malah Badan Pertanahan Nasional membentuk kelompok baru di lapangan," ucap Rozak.
Rozak menyebut Dewan Pengurus Cabang Serikat Petani Indonesia Sukabumi akan terus mengawal rencana penyelesaian konflik agraria prioritas di tahun 2021 sesuai kebijakan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, dari 50 usulan Serikat Petani Indonesia secara nasional, tiga lokasi di antaranya berada di Sukabumi.
"Tiga lokasi itu adalah eks Hak Guna Usaha PT Bumiloka Swakarya di Kecamatan Jampang Tengah, Hak Guna Usaha PT Djaya di Kecamatan Lengkong, dan Hak Guna Bangunan PT Surya Nusa Nadicipta di Kecamatan Caringin," kata Rozak.
Sumber: Suara.com dan liputan Sukabumiupdate.com