SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet memberi sejumlah catatan terkait target penerimaan negara bukan pajak atau PNBP Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP dari sub-sektor perikanan tangkap yang berada di angka Rp 12 triliun per tahun.
Slamet menilai, angka tersebut dirasa bombastis, paling tidak jika melihat histori realisasi PNBP perikanan per tahun yang tidak pernah menyentuh angka Rp 1 triliun.
Legislator asal Sukabumi ini memaparkan realisasi PNBP perikanan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 600,4 miliar dan merupakan realisasi PNBP tertinggi sejak tahun 2016. Dengan rincian Rp 521 miliar pada 2019, Rp 448 miliar pada 2018, Rp 491 miliar pada 2017, dan Rp 357 miliar pada 2016.
Selain itu, kata Slamet, berdasarkan data KKP, nilai produksi perikanan tangkap tahun 2020 berada di kisaran Rp 224 triliun. Sedangkan empat tahun sebelumnya, masing-masing Rp 219 triliun (2019), Rp 210 triliun (2018), Rp 197 triliun (2017), dan Rp 122 triliun (2016).
"Artinya nilai ekonomi yang dihasilkan per tahun dari pemanfaatan sumber daya alam perikanan mencapai ratusan triliun rupiah. Namun jika dimasukkan menjadi pendapatan negara, nilainya belum mencapai satu persen," kata Slamet kepada media, Kamis, 29 April 2021.
Baca Juga :
Maka untuk meningkatkan PNBP menjadi Rp 12 triliun, Slamet menyebut KKP perlu memaksimalkan beberapa hal. Antara lain memaksimalkan atau merancang skema perizinan berusaha yang lebih mudah, namun tetap prudent khususnya pada industri perikanan tangkap, budidaya, dan industri pasca panen.
Kemudian KKP perlu memaksimalkan pengelolaan pasca panen produk perikanan ekonomis penting seperti udang, lobster, dan rumput laut. "Karena dengan pasca panen yang baik akan mempertahankan mutu komoditas ekonomis penting tersebut sehingga dapat bersaing di negara tujuan ekspor," ujarnya.
Tak hanya itu, KKP bersama Kementerian Perdagangan perlu melakukan lobi terhadap negara tujuan ekspor, khususnya Uni Eropa, agar mengurangi bahkan memberikan tarif nol persen terhadap produk perikanan Indonesia yang diekspor.
"Sebagaimana kita ketahui sektor perikanan saat ini terkena bea masuk sebesar 22-24 persen di negara-negara uni eropa. Ini yang menyebabkan produk perikanan Indonesia kurang kompetitif," katanya.
Terakhir, KKP juga perlu memaksimalkan keberadaan sentra kelautan perikanan terpadu atau SKPT yang tersebar di beberapa daerah agar menggenjot industrialisasi perikanan. Pasalnya, salah satu persoalan klasik di daerah adalah persoalan logistik perikanan yang masih mahal.
"Sehingga dengan adanya SKPT dapat membantu nelayan untuk menjual hasil tangkapan mereka," pungkas Slamet.