SUKABUMIUPDATE.com - Penanganan banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai lamban oleh masyarakat terdampak bencana. Warga pun meminta Presiden Jokowi turun langsung agar tahu kondisi yang dialami saat ini.
"Kami ingin presiden (Jokowi) bisa melihat langsung warga korban bencana agar masyarakat yang terdampak bisa berani mengungkapkan tentang penanganan bencana yang lamban oleh pemerintah daerah," ujar Stefend Beda Lelangwayan, Aktivis GMNI yang berada di lokasi bencana Kabupaten Lembata, Kamis, 8 April 2021.
Stefend menilai pemerintah daerah kurang serius menangani dampak pascabencana banjir bandang dan longsor pada 4 April lalu. Lembata merupakan salah satu daerah yang terdampak paling parah.
Data daerah setempat, korban meninggal mencapai 28 orang, serta masih banyak korban yang hilang. Sampai saat ini, masyarakat kekurangan alat evakuasi, seperti alat berat dan penggali. Sehingga para relawan harus mencari dan mengangkat mayat dari reruntuhan dengan alat manual seadanya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengeluhkan lambannya respons pemerintah daerah.
Koordinator Desk Kebencanaan WALHI NTT Dominikus Karangora menilai koordinasi antar lembaga baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi buruk dan lamban.
"Sampai saat ini, data korban di lapangan sulit diketahui karena akses komunikasi terputus dan banyak wilayah terisolir tidak terjangkau. Evakuasi sulit dilakukan karena akses transportasi banyak juga yang terputus," ujarnya saat dihubungi terpisah.
Jika pemerintah kabupaten dan provinsi gagap, lanjut dia, maka pemerintah pusat dinilai wajib bertanggung jawab sebab sumber daya pemerintah pusat sangat mumpuni untuk proses penanggulangan dan rekonstruksi pasca bencana. WALHI mendesak pemerintah menetapkan status darurat bencana nasional di NTT.
Sumber: TEMPO.CO