SUKABUMIUPDATE.com - Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) Nadiem Makarim dorong pemerintah daerah untuk segera memulai sekolah tatap muka. Nadiem menegaskan sekolah tatap muka sebenarnya sudah bisa dimulai sejak Januari 2021 karena wewenangnya sudah diberikan ke pemda.
Nadiem menjelaskan, pemerintah pusat sudah membuat sejumlah pedoman pembukaan sekolah di masa pandemi dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang harus jadi acuan pemerintah daerah.
"Banyak sekali yang selalu menanyakan kepada saya, baik netizen atau yang lain, Kapan sekolah buka? sebenarnya pertanyaan itu harus ditujukan kepada setiap Pemda masing-masing. karena dari bulan Januari tahun ini, sebenarnya semua daerah sudah boleh melakukan tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan," kata Nadiem dalam jumpa pers virtual, Selasa (30/3/2021) dikutip dari suara.com.
Oleh sebab itu, Nadiem mendorong pemerintah daerah untuk segera membuka sekolah dengan protokol kesehatan yang ketat agar dunia pendidikan bisa terselamatkan dari dampak pandemi Covid-19.
"Ini adalah tanggung jawab setiap Pemda untuk memastikan bahwa tatap muka terjadi untuk anak-anak yang paling sulit dilaksanakan PJJ. Tapi karena perkembangan tatap muka ini masih lumayan pelan, kami pemerintah pusat merasa harus kami dorong lebih jauh lagi," tegasnya.
Mantan Bos Gojek itu mengungkapkan kondisi saat ini sangat berbahaya bagi masa depan anak jika sekolah tetap ditutup sepenuhnya, akan terjadi kehilangan pembelajaran (learning lost), mengganggu kesehatan mental anak hingga kekerasan dalam rumah tangga.
"Jadi ini risiko dari sisi bukan hanya pembelajaran, risiko dari masa depan murid itu dan risiko psikososial atau kesehatan mental dan emosional daripada anak-anak. ini semuanya sangat rentan," ucapnya.
Meski begitu, Nadiem menegaskan keputusan membuka sekolah harus melalui keputusan bersama antara Pemda, Satgas Covid-19 daerah, pengurus sekolah, hingga orang tua murid.
"Yang terpenting adalah orang tua atau wali murid boleh memilih, berhak dan bebas memilih bagi anaknya, Apakah mau melakukan pembelajaran tatap muka terbatas, atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh," tutup Nadiem.
Diketahui, keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah sudah diserahkan kepada kepala daerah sejak Januari 2021 lalu dengan berbagai protokol kesehatan sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang sekolah tatap muka 2021.
Nadiem Makarim melanjutkan Indonesia tertinggal dari negara lain di Asia mengenai keputusan sekolah tatap muka di masa pandemi Covid-19. Kata Menteri Nadiem, sekitar 85 persen negara di Asia Timur dan Asia Pasifik sudah melakukan pembelajaran tatap muka.
"Kita tertinggal dari negara-negara lain. Dan berbagai macam pihak pakar-pakar dunia seperti Bank dunia, WHO, dan UNICEF semuanya sepakat bahwa penutupan sekolah bisa menghilangkan pendapatan hidup satu generasi dan memang risiko, dampaknya bisa permanen," kata Menteri Nadiem dalam konferensi pers virtual, Selasa (30/3/2021).
Diketahui, mayoritas sekolah di Indonesia telah melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama satu tahun. Menteri Nadiem menyebut kondisi itu terlalu lama dan penutupan sekolah juga bisa berdampak terhadap kesehatan perkembangan dan kesehatan mental anak-anak.
"Jangan lupa untuk orang tuanya juga yang sangat sulit mendapatkan kesempatan ekonomi bekerja di luar karena mereka juga harus mengurus anaknya di rumah. Jadi dampaknya banyak sekali," ucap Menteri Nadiem.
Sejak Januari 2021, Kemendikbud mencatat baru 22 persen sekolah yang berada di daerah zona kuning dan hijau Covid-19 telah melakukan sekolah tatap muka. " Yang paling besar zona hijau dengan 41 persen. Jadi kami selalu ingin mengimbau, apalagi buat daerah-daerah di mana anak-anak sangat sulit dapat sinyal PJJ atau mungkin tidak punya gawai. Ini adalah tanggung jawab setiap Pemda untuk memastikan bahwa tatap muka terjadi," paparnya.
Dampak dari sekolah daring terlalu lama bukan hanya berakibat pada sektor pendidikan. Kemendikbud juga melihat adanya penurunan capaian pembelajaran, terutama di daerah-daerah dengan akses dan kualitas tidak memadai. Sehingga potensi terjadinya kesenjangan ekonomi jadi lebih besar.
"Kita melihat juga banyak orangtua yang tidak melihat peranan sekolah dalam proses belajar. Jadi banyak dari anak-anaknya ditarik keluar dari sekolah dan ada berbagai macam isu kekerasan domestik yang terjadi di dalam keluarga yang tidak terdeteksi."
Selain itu risiko psikososial atau kesehatan mental dan emosional pada anak-anak. "Kita harus mengambil tindakan yang tegas untuk menghindari agar tidak menjadi permasalahan yang permanen dan satu generasi menjadi terbelakang," pungkas Menteri Nadiem.
SUMBER: SUARA.COM