SUKABUMIUPDATE.com - Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 81 ayat 1 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang hak cuti haid untuk pekerja perempuan. Perusahaan berkewajiban memberikan hak cuti tersebut pada hari pertama dan kedua haid.
Dalam aturan disebutkan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Melansir Tempo.co, hak tersebut diberikan menimbang kondisi kesehatan pekerja perempuan yang berbeda ketika haid.
Pemberian hak cuti haid di Indonesia sudah diterapkan sejak 2003. Akan tetapi, perusahaan tidak diwajibkan membayar upah kepada pekerja atau buruh perempuan secara penuh.
Pasal 93 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur ketentuan ini. Apabila mengambil cuti haid, tidak akan mengurangi jatah cuti tahunan pekerja atau buruh yang bersangkutan.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan tersebut, jelas bahwa tidak ada ketentuan bagaimana bentuk pemberitahuan dari pekerja perempuan kepada pengusaha yang dimaksud.
Termasuk juga mengenai wajib atau tidaknya pekerja wanita yang sedang dalam masa haid untuk memberitahukan kepada pengusaha dengan surat dokter. Ketentuan menyangkut bentuk pemberitahuan tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Apabila perusahaan tidak memberikan hak cuti haid bagi pekerja perempuannya, aa sanksi yang harus diterima. Ketentuan ini diatur dalam pasal 186 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa perusahaan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun. Bisa pula dikenai denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 400 juta.
Hasil survei American Congress of Obstetricians dan Gynecologists menyebutkan, lebih dari setengah perempuan mengalami rasa sakit saat haid, selama satu sampai dua hari. Rasa sakit tersebut dinamakan dismenore. American Academy of Family Physicians merilis data bahwa 20 persen perempuan mengalami dismenore yang cukup parah dan bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari.
Meskipun telah diatur sejak 2003, namun hak cuti haid kerap tidak digunakan pekerja perempuan Indonesia. YouGov melakukan survei secara online pada rentang 25 Agustus hingga 7 September 2017 dengan responden perempuan Indonesia.
Hasilnya, sebanyak 90 persen perempuan di Indonesia mengatakan pernah mengalami nyeri haid, dan di antaranya sudah bekerja. Sebanyak 87 persen mengatakan bahwa nyeri haid memengaruhi kemampuan mereka dalam bekerja.
Terkait hak cuti hadi, hanya 59 persen pekerja perempuan Indonesia yang mengakui kepada atasannya bahwa nyeri haid atau dismenore memengaruhi kinerjanya. Seperlima atau 22 persen lagi memilih menggunakan alasan lain. Walaupun sebenarnya, mereka merasakan dismenore. Sementara itu, 21 persen lagi tidak mengatakan salah satu dari 2 alasan tersebut.
Sumber: Tempo.co