SUKABUMIUPDATE.com - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa anak muda cenderung lebih intoleran pada sisi politik ketimbang praktik sosial keagamaan.
Dilansir dari Tempo.co, hal ini ditunjukkan dengan 38,6 persen anak muda yang keberatan non-muslim menjadi presiden.
"Isu-isu politik jauh lebih tinggi tingkat intoleransinya ketimbang intoleransi pada tingkat keagamaan," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis Survei Nasional Suara Anak Muda tentang Isu-Isu Sosial Politik Bangsa, Ahad, 21 Maret 2021.
Burhanuddin mengungkapkan survei juga menunjukkan 29,3 persen anak muda keberatan non-muslim jadi gubernur, 29 persen keberatan non-muslim jadi wali kota. Lalu 16 persen keberatan jika non-muslim membangun tempat peribadatan di sekitar tempat mereka dan ada 12 persen keberatan mengadakan acara keagamaan di sekitar tempat mereka tinggal.
Namun, jika dibandingkan dengan populasi secara umum, Burhanuddin mengatakan tingkat intoleransi di kalangan anak muda masih lebih rendah. "Overall pola tidak berubah, anak muda lebih toleran ketimbang warga secara umum," ujarnya.
Survei Indikator Politik Indonesia yang menggunakan telepon ini dilakukan pada Maret 2021, dengan melibatkan 1.200 responden anak muda berusia 17-21 tahun. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan sekitar lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei juga menunjukkan mayoritas anak muda bersikap netral terhadap isu populisme Islam, seperti Indonesia harus diatur hukum atau syariat Islam (52,9 persen), orang muslim harus mendapat perlakuan istimewa (51,9 persen), dan etnis Cina yang seharusnya punya hak lebih sedikit dibandingkan umat muslim (48,7 persen).
"Tetapi secara umum mereka yang tidak setuju terhadap isu-isu ini di kalangan anak muda sangat tidak setuju atau cenderung tidak setuju terhadap isu populisme," ujar Burhanuddin soal hasil survei suara anak muda, khususnya tentang intoleransi.
Sumber: Tempo.co