SUKABUMIUPDATE.com - Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria menyoroti masalah pangan Indonesia apabila dilihat menggunakan data global. Ia mengatakan sejumlah indeks pangan menunjukkan Indonesia menempati peringkat lebih rendah dari negara sederajat.
Misalnya pada indeks keberlanjutan pangan keluaran The Economist Intelligence Unit 2020, Arif mengatakan peringkat Indonesia berada di bawah Ethiopia dan Zimbabwe.
"Kalau dulu kita tahu Ethiopia itu adalah negara yang identik dengan kelaparan, ternyata punya ranking lebih bagus untuk food sustainability index-nya dibanding kita," ujar dia dalam webinar, Rabu, 17 Februari 2021, dikutip dari Tempo.co.
Indeks tersebut menggambarkan pencapaian negara dalam keberlanjutan pangan dan sistem nutrisi, yang dilihat dari tiga aspek, antara lain pertanian berkelanjutan, susut pangan dan limbah, serta aspek gizi.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia berada di peringkat 60. Adapun Zimbabwe berada di peringkat 30, Ethiopia peringkat 27, Jepang di peringkat 6, dan Prancis di peringkat 1. "Itu sesuatu yang sangat serius untuk kita sikapi," kata Arif.
Di samping itu, berdasarkan indeks keamanan pangan global, Indonesia berada di peringkat 62 dari 113 negara, dengan mengantongi skor 63 dari 100. Peringkat keamanan pangan Indonesia pada 2019, tercatat di bawah Vietnam yang peringkat 53 dan Thailand yang di peringkat 51.
Peringkat Indonesia itu juga jauh di bawah Malaysia yang menempati peringkat 28. "Ada masalah food security index kita yang emang ini ternyata bermasalah kalau kita ini jauh di bawah Malaysia," ujar Arif.
Begitu pula pada indeks kelaparan global 2020. Indonesia tercatat meraih skor 19,1. "Kita juga parah. Kita jauh di bawah Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina," kata dia. Filipina tercatat mengantongi skor 19; Vietnam 13,6; Malaysia 13,3; dan Thailand 10,2.
Isu terakhir yang disoroti Arif adalah mengenai susut pangan dan limbah pangan. Indonesia menjadi kontributor limbah pangan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Berdasarkan data Barilla Center 2017, Indonesia tercatat menyumbang 300 kilogram limbah pangan per orang per tahun. Adapun Arab Saudi berkontribusi memproduksi 427 kilogram limbah pangan per orang per tahun.
Sumber: Tempo.co