SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan terdapat awan CB alias cumulonimbus di langit Jakarta sebelum dan saat pesawat Sriwijaya Air SJ 182 lepas landas atau take off dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Pontianak. Awan CB merupakan awan tebal yang menjulang vertikal.
"Namun awan mulai meluruh seiring dengan berkurangnya intensitas hujan dan meningkatnya jarak pandang,” ujar Dwikorita dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu, 3 Februari 2021, dikutip dari Tempo.co.
Berdasarkan analisis Citra Satelit Himawari, suhu puncak awan berkisar -43 derajat Celcius hingga -48 derajat Celcius. Selain di Jakarta, awan Cumulonimbus juga terlihat berada di jalur penerbangan yang membentang di sekitar Jawa bagian barat yang bergerak ke arah tenggara.
Meski demikian, Dwikorita memastikan area yang dilintasi pesawat berlogo Ri-Yu itu bukan wilayah awan signifikan. Pesawat juga tidak berada di area hujan serta bukan merupakan area turbulansi.
Temuan ini diukur dari sumber pelacakan posisi pesawat melalui FlightRadar24, yang menampilkan maskapai berada dalam posisi ukuran desibel atau dbz yang rendah. Ia pun memastikan pada ketinggian 11 ribu kaki atau posisi pesawat Sriwijaya berada tidak terdapat potensi icing.
"Potensi icing tidak ada pada ketinggian permukaan sampai 11 ribu feet. Potensi icing berada di 16 ribu sampai 27 ribu feet," ucapnya.
Sriwijaya Air SJ-182 yang membawa 50 penumpang dan 12 awak pesawat jatuh di Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021. Dalam operasi SAR, tim gabungan menemukan 325 kantong potongan tubuh korban, 68 kantong serpihan kecil pesawat, dan 55 bagian badan pesawat.
Tim SAR telah menghentikan evakuasi terhadap korban dan bangkai pesawat Sriwijaya Air setelah 13 hari pencarian. Operasi dilanjutkan oleh KNKT untuk mencari memori kotak hitam berupa CVR untuk keperluan investigasi. KNKT akan menyelesaikan laporan awal investigasinya dalam 30 hari setelah kecelakaan terjadi.
Sumber: Tempo.co