SUKABUMIUPDATE.com - Tepat 95 tahun yang lalu, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia didirikan. 31 Januari 1926 Nahdlatul Ulama lahir dari proses batin KH Hasyim Asy'ari yang panjang. Sejarah berdirinya organisasi ini tidak hanya bertumpu pada perangkat formal sebagaimana lazimnya pembentukan organisasi lain.
Berawal dari Komite Hijaz
Embrio lahirnya Nahdlatul Ulama berangkat dari sejarah pembentukan Komite Hijaz. Kala itu para ulama pesantren harus menghadapi masalah keagamaan global ketika Dinasti Saud di Arab Saudi ingin membongkar makam Nabi Muhammad SAW karena menjadi tujuan ziarah seluruh umat Islam di dunia yang dinilai bid'ah.
Tak hanya itu, Raja Saud juga ingin menerapkan kebijakan untuk menolak praktik bermazhab di wilayah kekuasaannya. Ia hanya menginginkan penerapan Wahabi sebagai mazhab resmi kerajaan.
Rencana kebijakan tersebut kemudian dibawa ke Muktamar Dunia Islam (Muktamar 'Alam Islami) di Makkah. Bagi ulama pesantren, sentimen anti-mazhab yang cenderung puritan dengan berusaha memberangus tradisi dan budaya yang berkembang di dunia Islam, menjadi ancaman bagi kemajuan peradaban Islam itu sendiri.
KH Abdul Wahab Chasbullah lalu bertindak cepat saat umat Islam yang tergabung dalam Centraal Comite Al-Islam (CCI)-dibentuk tahun 1921-kemudian bertransformasi menjadi Centraal Comite Chilafat (CCC)-dibentuk tahun 1925-akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam di Makkah tahun 1926.
CCC sebelumnya telah menyelenggarakan Kongres Al-Islam keempat pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta. Dalam forum itu, KH Abdul Wahab Chasbullah secara cepat menyampaikan pendapatnya ihwal akan dilaksanakannya Muktamar Dunia Islam.
KH Abdul Wahab Chasbullah mengusulkan agar delegasi CCC yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam di Makkah harus mendesak Raja Ibnu Sa'ud untuk melindungi kebebasan bermazhab. Sistem bermazhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz mesti tetap dipertahankan dan diberikan kebebasan.
KH Abdul Wahab Chasbullah pun beberapa kali melakukan pendekatan kepada para tokoh CCC, yakni W Wondoamiseno, KH Mas Mansur, dan H.O.S Tjokroaminoto, termasuk Ahmad Soorkatti. Tetapi, diplomasi Kiai Wahab soal risalah yang berusaha disampaikannya kepada Raja Ibnu Sa'ud tidak menemui hasil.
Hal itu membuat Kiai Wahab melakukan langkah strategis dengan membentuk panitia tersendiri yang kemudian dikenal dengan Komite Hijaz pada Januari 1926. Pembentukan Komite Hijaz yang akan diutus ke Muktamar Dunia Islam ini telah mendapat restu KH Hasyim Asy'ari.
Maka pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz mengundang sejumlah ulama terkemuka untuk mengadakan pembicaraan ihwal utusan yang akan dikirim ke Muktamar di Mekkah. Para ulama yang dipimpin KH Hasyim Asy'ari datang ke Kertopaten, Surabaya dan sepakat menunjuk KH Raden Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz.
Tetapi, setelah KH Raden Asnawi terpilih, muncul pertanyaan siapa atau institusi apa yang berhak mengirim Kiai Asnawi? Maka lahirlah Jam'iyah Nahdlatul Ulama (nama ini atas usul KH Mas Alwi bin Abdul Aziz) pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.
Perjalanan Batin yang Panjang
Dalam proses lahirnya Nahdlatul Ulama tersebut, KH Hasyim Asy'ari telah melewati perjalanan batin yang tidak sebentar. Saat itu Kiai Hasyim tidak langsung menyetujui pendirian NU sebelum ia melakukan Salat Istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.
Sikap bijaksana dan kehati-hatian Kiai Hasyim dalam menyambut permintaan Kiai Wahab tersebut dilandasi oleh sejumlah hal, antara lain posisi Kiai Hasyim yang saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia (Jawa).
Tak hanya itu, Kiai Hasyim juga menjadi tempat meminta nasihat bagi para tokoh pergerakan nasional. Peran kebangsaan yang luas dari sosok Kiai Hasyim itu membuat ide untuk mendirikan sebuah organisasi harus dikaji secara mendalam.
Hasil dari Salat Istikharah Kiai Hasyim kemudian dikisahkan oleh KH As'ad Syamsul Arifin. Kiai As'ad mengungkapkan, petunjuk hasil dari Salat istikharah Kiai Hasyim dalam mengambil keputusan tersebut justru tidak jatuh di tangannya, melainkan diterima oleh KH Cholil Bangkalan, yang juga guru Kiai Hasyim dan Kiai Wahab.
Berdasarkan petunjuk tersebut, Kiai As'ad yang saat itu menjadi santri Kiai Cholil bertindak sebagai mediator antara Kiai Cholil dan Kiai Hasyim. Kala itu ada dua petunjuk yang mesti dilaksanakan oleh Kiai As'ad sebagai washilah untuk menyampaikan amanah Kiai Cholil kepada Kiai Hasyim.
Pertama, pada akhir tahun 1924 Kiai As'ad diminta oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan sebuah tongkat ke Tebuireng. Penyampaian tongkat tersebut disertai seperangkat ayat Alquran Surat Thaha ayat 17-23 yang menceritakan Mukjizat Nabi Musa as.
Kedua, pada akhir tahun 1925 Kiai As'ad kembali diutus Kiai Cholil untuk mengantarkan seuntai tasbih disertai dengan bacaan Asmaul Husna Ya Jabbar dan Ya Qahhar ke tempat yang sama dan ditujukkan kepada orang sama, yakni Kiai Hasyim.
Setibanya di Tebuireng, Kiai As'ad menyampaikan tasbih yang dikalungkan oleh dirinya dan mempersilakan Kiai Hasyim untuk mengambilnya sendiri dari leher Kiai As'ad. Bukan bermaksud tidak ingin mengambilkannya, namun Kiai As'ad tidak ingin menyentuh tasbih sebagai amanah dari Kiai Cholil Bangkalan kepada Kiai Hasyim.
Oleh karena itu, tasbih tersebut tidak tersentuh sedikit pun oleh tangan Kiai As'ad selama berjalan kaki dari Bangkalan ke Tebuireng.
Setelah tasbih itu diambil, Kiai Hasyim bertanya kepada Kiai As'ad: "Apakah ada pesan lain lagi dari Bangkalan?" Kiai As'ad hanya menjawab: "Ya Jabbar, Ya Qahhar", dua asmaul husna tersebut diulang oleh Kiai As'ad hingga tiga kali sesuai pesan sang guru. Setelah mendengar lantunan itu, Kiai Hasyim lalu berkata, "Allah SWT telah memperbolehkan kita untuk mendirikan jam'iyyah".
Riwayat tersebut adalah salah satu petunjuk di antara sejumlah tanda berdirinya Nahdlatul Ulama.
Dari proses lahir dan batin yang cukup panjang itu menggambarkan bahwa lika-liku lahirnya Nahdlatul Ulama tidak banyak bertumpu pada perangkat formal sebagaimana lazimnya pembentukan organisasi. Nahdlatul Ulama lahir dari petunjuk Allah SWT.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama adalah rangkaian panjang dari sejumlah perjuangan. Pasalnya, Nahdlatul Ulama lahir sebagai respons dari berbagai masalah keagamaan, peneguhan mazhab, dan alasan-alasan kebangsaan dan sosial-masyarakat.
Sebelumnya para kiai pesantren juga telah mendirikan organisasi pergerakan Nahdlatul Wathan atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916 dan Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar pada 1918.
Kiai Wahab Chasbullah juga sebelumnya (1914) mendirikan kelompok diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran. Ada pula yang menyebutnya Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran. Artinya, Nahdlatul Ulama merupakan lanjutan dari komunitas dan organisasi yang telah berdiri sebelumnya, namun dengan cakupan dan segmen yang lebih luas.
Tepat pada 31 Januari 2021 ini Nahdlatul Ulama berusia 95 tahun dalam hitungan tahun masehi. Selama hampir satu abad, Nahdlatul Ulama telah berhasil memberikan sumbangsih terhadap kehidupan beragama yang ramah di tengah kemajemukan bangsa Indonesia.
Sumber: NU Online dari artikel Sejarah Singkat Berdirinya Nahdlatul Ulama