SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman menanggapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan dirinya dari jabatan ketua KPU. Arief mengatakan ia tak pernah melakukan perbuatan yang menciderai integritas pemilihan umum.
"Saya tidak pernah melakukan pelanggaran dan kejahatan yang menciderai integritas pemilu," kata Arief kepada wartawan, Rabu, 13 Januari 2021, seperti dikutip dari Tempo.co.
Meski begitu, Arief mengatakan KPU masih menunggu salinan putusan resmi dari DKPP. Ia mengatakan KPU akan mempelajari terlebih dulu putusan tersebut untuk menyatakan langkah selanjutnya.
"Secara resmi kami biasanya dikirim hard copy (putusan). Nah kami tunggu, kami pelajari barulah nanti bersikap bagaimana," kata dia.
DKPP sebelumnya memutuskan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan ketua KPU karena dianggap melanggar etik dan tak menghormati sesama lembaga penyelenggara pemilu. Perkara etik ini bermula dari putusan DKPP memberhentikan tetap Evi Novida Ginting Manik dari anggota KPU pada Maret 2020.
Evi sebelumnya diberhentikan lantaran dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Kasus ini terkait dengan perubahan perolehan suara Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon, keduanya calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat dari Partai Gerindra.
Arief diadukan ke DKPP karena diketahui menemani Evi menggugat keputusan pemberhentian itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Tindakan itu dianggap membangkang terhadap putusan DKPP memberhentikan Evi yang bersifat final dan mengikat.
Arief juga dianggap membuat surat yang melampaui kewenangannya sebagai ketua KPU. Setelah gugatan Evi dimenangkan PTUN, Arief berkomunikasi dengan Sekretariat Negara sehingga Presiden Joko Widodo membatalkan Keputusan Presiden terkait pemberhentian Evi secara tidak hormat.
Menindaklanjuti keputusan tersebut, Arief membuat surat yang meminta Evi aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU. DKPP menilai surat ini melampaui kewenangan, sebab Presiden dalam keputusannya tidak mencantumkan frasa atau ketentuan yang memerintahkan Arief untuk mengangkat dan mengaktifkan kembali Evi sebagai komisioner.
Dalam sidang pembacaan putusan, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi yang juga anggota DKPP ex-officio menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion. Pramono di antaranya menyatakan tanda tangan Arief dalam surat yang dipersoalkan itu dalam kapasitasnya sebagai ketua KPU, bukan pribadi.
Jika Arief bukan ketua KPU, kata Pramono, orang lainlah yang akan membubuhkan tanda tangan tersebut. Pramono juga menyatakan adanya komunikasi dengan Kementerian Sekretariat Negara yang awalnya berpendapat tak perlu Keputusan Presiden untuk mengaktifkan kembali Evi pascakeluarnya putusan PTUN.
Kalau pun tindakan Arief menandatangani surat itu dianggap pelanggaran, Pramono berpendapat hal tersebut bukan pelanggaran berat yang mesti dijatuhi sanksi maksimal. Pramono berpendapat koleganya itu tak memiliki niat jahat untuk memanipulasi proses atau hasil pemilu, menguntungkan atau merugikan salah satu pihak, serta bukan merupakan tindakan asusila.
"Seandainya tindakan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran, maka saya berpandangan bahwa Saudara Arief Budiman tidak selayaknya dijatuhi sanksi paling berat berupa pemberhentian tetap sebagai anggota dan jabatan ketua atau pemberhentian dari jabatan ketua," kata Pramono.
Sumber: Tempo.co