SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet kembali memberikan sejumlah catatan terhadap kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia selama tahun 2020 kemarin.
Slamet menyoroti ihwal aktivitas impor garam tahunan yang belum bisa diselesaikan. Ia mendesak agar menteri yang baru memiliki keseriusan untuk mengatasi impor garam ini melalui pengembangan sektor pergaraman nasional.
Selama periode 2014-2019, KKP dinilai tidak serius mengembangkan usaha pergaraman. Hal ini dibuktikan dengan tidak berkurangnya produk impor garam dan rendahnya penyerapan garam rakyat bagi industri.
"Permasalahan utama produksi garam adalah kualitas garam rakyat yang belum memenuhi standar industri sebagai pengguna utama garam nasional. Selain itu produksi garam nasional masih sangat tergantung dengan kondisi cuaca sehingga produksinya sangat fluktuatif, bahkan menurut data PT Garam, produksi garam sampai pada bulan Agustus 2019 baru mencapai 197,46 ribu ton, jauh di bawah target produksi garam nasional 2,3 juta ton untuk tahun 2019. Sehingga perlu didorong keseriusan pemerintah untuk mengaplikasikan teknologi pengolahan garam secara inklusif," papar Slamet, Sabtu (2/1/2020).
"Pada bulan Agustus tahun 2020, impor garam meningkat menjadi 2,92 juta ton dari 2,75 ton pada tahun 2019. F-PKS berkeyakinan importasi garam ini akan terus meningkat sebab saat ini pemerintah sudah meliberalisasi sektor impor melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan dalih peraturan World Trade Organization atau WTO," tambahnya.
Kemudian, Slamet turut mengingatkan KKP agar berhati-hati dalam mengeluarkan izin ekspor benih lobster. Di era Menteri Susi Pudjiastuti, KKP mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 yang isinya kurang lebih tentang pembatasan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan karena populasinya mengalami penurunan. Peraturan tersebut kemudian diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan.
Namun kini KKP telah merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 menjadi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 di era Menteri Edhy Prabowo. Berkaitan dengan hal itu, Slamet menganggap bahwa peraturan di era Menteri Edhy bisa menjadi solusi persoalan yang dihadapi terkait komoditas lobster.
"Tapi pemerintah tidak boleh serampangan mengeluarkan izin ekspor benur lobster. Lalu harus menghilangkan praktik monopoli khususnya terkait transportasi benur lobster. Budidaya lobster dalam negeri harus menjadi tujuan utama KKP. Meningkatkan penelitian dan pengembangan budidaya lobster dalam negeri sehingga bisa mengalahkan Vietnam," tegasnya.
"Pemerintah harus mengembangkan usaha Sea Ranching (pembesaran) untuk ketiga komoditas tersebut, sehingga benih yang ditangkap oleh nelayan dapat terserap oleh kegiatan pembesaran dalam negeri sebelum diekspor keluar. Selama ini Vietnam sudah berhasil melakukan langkah tersebut dimana mereka mengekspor benih dalam jumlah besar kemudian mengekspor dalam bentuk frozen maupun siap saji," pungkas Slamet.