SUKABUMIUPDATE.com - Vaksinasi segera dilancarkan di Indonesia oleh pemerintah dengan tidak mengenakan biaya seperpun diapresiasi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).
Dilansir dari Tempo.co, namun ALMI mengingatkan, dalam perjalanannya nanti program vaksinasi Covid-19 perlu memperhitungkan empat faktor: efikasi, keamanan, efektivitas, dan keadilan. Faktor efikasi vaksin, terkait besaran perlindungan vaksin tertentu terhadap serangan dan dampak yang ditimbulkan SARS-CoV-2 jika dibandingkan dengan tanpa vaksinasi.
Keamanan vaksin, besaran risiko efek samping yang diantisipasi atau mampu ditoleransi oleh penerima vaksin. Ini perlu diawasi selama dan setelah mendapatkan vaksin. Efektivitas adalah besaran perlindungan yang terjadi di tingkat komunitas. Sedangkan keadilan artinya seseorang dapat menerima vaksin tanpa dibatasi kemampuan finansial.
Mempertimbangkan pentingnya keberhasilan program vaksinasi Covid-19 nanti, ALMI memberikan 10 rekomendasi sebagai berikut:
1. Prinsip kehati-hatian perlu diterapkan
Para ilmuwan masih meneliti berapa besar perlindungan vaksini dan berapa lama perlindungan tersebut akan bertahan. Vaksin Covid-19 yang digunakan adalah yang efektif, aman, dan mendapatkan izin pemakaian dari BPOM.
Menggunakan vaksin Covid-19 yang mendapatkan hasil uji klinis sah dan terbukti efektif. Baik dari studi di dalam atau luar Indonesia, masih lebih baik daripada mengambil risiko menggunakan vaksin yang belum memberikan bukti perlindungan.
2. Program vaksinasi tak boleh gagal karena kesalahan operasional
Program vaksinasi harus dilengkapi dengan perencanaan tahun jamak, target waktu dan anggaran. Serta adanya petunjuk teknis yang mengacu kepada panduan internasional, sosialisasi dan edukasi literasi dan program vaksinasi pada saat yang tepat.
Sistem logistik, penyimpanan dan transportasi, sumber daya manusia, sistem pengawasan dan pemantauan terhadap efikasi dan efek samping yang membahayakan, sistem pengaduan serta transparansi terhadap data dan informasi harus ada.
3. Penyediaan pilihan untuk vaksinasi mandiri
Program vaksinasi adalah program yang harus berjalan karena merupakan kepentingan bersama. Menggratiskan program vaksinasi berarti mengurangi risiko program gagal berjalan karena ada orang tidak mampu atau tidak bisa membayar.
Dari segi hak kekayaan atas intelektual dalam hukum internasional, vaksinasi nasional akan mendorong konsep vaksin sebagai barang publik. Ini bersifat non-rival dan non-eksklusif.
Non-rival artinya konsumsi individu atas vaksin tidak akan mengurangi jumlah vaksin yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya. Non-eksklusif artinya semua individu berhak menikmati manfaat dari vaksin Covid-19.
4. Prioritas dalam pemberian vaksin
Pemerintah perlu memiliki prioritas dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti aspek ilmiah (survei, distribusi, dll) dan aspek keuangan. Kelompok prioritas juga dapat dimodifikasi karena lebih banyak bukti tersedia tentang epidemiologi dan karakteristik vaksin Covid-19, termasuk informasi tentang keamanan dan kemanjuran menurut usia dan kelompok sasaran.
5. Pemetaan infrastruktur
Pemerintah perlu memetakan infrastruktur di setiap lokasi vaksinasi untuk menentukan jenis vaksin dan strategi manajemen logistik yang akan dipakai.
6. Sistem registrasi elektronik
Pemerintah perlu membangun sistem registrasi elektronik (bisa diintegrasikan ke aplikasi seluler, seperti JAKI-Jakarta Kini) untuk memantau cakupan, keamanan, efektivitas, dan penerimaan vaksin di populasi. Sistem memungkinkan pemantauan keberhasilan program vaksinasi di tingkat individu dan populasi, di daerah dan nasional.
Dokumentasi semacam itu penting untuk memantau setiap sinyal keselamatan, seperti kejadian ikutan setelah vaksinasi yang mungkin timbul untuk salah satu produk vaksin.
7. Program imunisasi wajib selain vaksinasi Covid-19 harus dilakukan
Pemerintah harus tetap melakukan program imunisasi wajib yang selama ini berjalan. Ini bertujuan untuk mencegah munculnya wabah atau kejadian luar biasa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
8. Keterlibatan komunitas dalam merespons Covid-19
Keterlibatan komunitas dalam merespons Covid-19 dan program vaksinasi merupakan komponen penting. Program ini perlu melibatkan aktor-aktor kunci di tingkat lokal, regional, dan nasional, dengan tanggung jawab yang berbeda.
Aktor kunci di masing-masing tingkatan dapat mengambil peran penting, misalnya dalam memetakan jaringan hubungan, kepercayaan, dan kekuatan sosial; mengidentifikasi kelompok berisiko; memetakan pemberi pengaruh; mengidentifikasi saluran komunikasi terpercaya; menentukan konten untuk kampanye komunikasi yang bermakna secara lokal, regional, atau nasional dan menyediakan materi dalam berbagai format.
Serta bekerja dengan program kesehatan masyarakat dan layanan masyarakat untuk melaksanakan dan memantau program vaksinasi secara bertahap. Ini juga memungkinkan keahlian dan proses yang digerakkan secara lokal, regional, maupun nasional.
9. Re-purposing obat
Upaya re-purposing obat (melihat indikasi potensi terapi dari agen terapeutik/obat yang sudah ada) tetap diperlukan untuk menekan keparahan wabah. Hal ini bisa menjadi beban sistem kesehatan yang sedang tegang saat ini.
Beberapa terapi berdasarkan re-purposing obat mungkin tidak dapat langsung digunakan atau lebih tepatnya diperlukan saat ini karena kalah pamor dengan vaksin. Namun, di masa yang akan datang, ditambah perubahan ekologi alam memungkinkan virus bisa bermutasi dan menimbulkan infeksi baru.
Re-purposing obat menjadi pendekatan menarik karena biaya keseluruhan lebih rendah dan waktu pengembangan yang bisa lebih singkat. Selain itu, pemerintah perlu tetap mendukung riset-riset obat-obatan termasuk yang berbasis bahan alam Indonesia (baik sebagai obat atau suplemen untuk meningkatkan imunitas tubuh).
10. Ekosistem riset dan edukasi masyarakat
Ekosistem riset yang baik tetap diperlukan untuk mendukung riset terkait vaksin, sehingga Indonesia memiliki kemandirian vaksin. Kemandirian ini adalah ujung tombak bagi bangsa, untuk menjawab tantangan bagaimana melawan infeksi secara cerdas.
Meskipun vaksin saat ini dipandang menjadi satu-satunya senjata ampuh, tapi tetap dibutuhkan edukasi kepada masyarakat. Karena pada dasarnya vaksin bukan satu-satunya cara agar Indonesia terlepas dari pandemi Covid-19.
Sumber: Tempo.co