SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah pemilik pabrik rokok skala kecil di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tidak mempermasalahkan kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok, sepanjang ada penindakan terhadap rokok ilegal secara masif.
Dilansir dari tempo.co, "Kami jelas tidak bisa menolak kenaikan tarif cukai rokok. Sebagai perusahaan rokok golongan kecil hanya bisa mematuhi dan mengikuti kebijakan yang sudah diputuskan Pemerintah Pusat, mengingat kenaikan tarif cukai rokok merupakan hal biasa dan sering terjadi," kata pemilik pabrik rokok Rajan Nabadi Kudus Sutrisno di Kudus, Jumat, 11 Desember 2020.
Agar bisa tetap berproduksi dan laku di pasaran, dia berharap, ada perimbangan dalam menindak peredaran rokok ilegal agar bisa bersaing secara adil di pasaran. Ketika pemberantasan masif, pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu jadi berkurang sehingga rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal.
Ia mencatat rokok ilegal banyak ditemukan di wilayah pemasarannya di luar Pulau Jawa dengan harga jual lebih murah, yakni Rp 10 ribu dengan isi 20 batang. Sedangkan rokok hasil produksinya dijual Rp 7.000 per bungkus dengan isi 12 batang.
Informasinya, kata dia, kenaikan tarif cukai rokok hanya berlaku untuk rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM), sedangkan sigaret kretek tangan (SKT) kabarnya tidak naik.
Jika informasi tersebut benar, maka usahanya baru bisa merasakan dampak kenaikan rokok pada 2021 ketika izin pendaftaran untuk merek baru rokok jenis SKM sudah keluar dan dipasarkan.
Sejak berubahnya status Lingkungan Industri Kecil Hasil Tembakau (LIK IHT) menjadi Kawasan Industri Kecil Hasil Tembakau (KIHT), pabrik rokok golongan III yang biasanya memproduksi rokok SKT sudah bisa memproduksi rokok SKM karena KIHT dilengkapi mesin pembuat rokok.
PR Rajan Nabadi juga sudah mengajukan izin produksi rokok SKM dan akan dipasarkan pada awal 2021 karena rencananya pesan pita cukai sebanyak satu rim.
Harga jual eceran rokok yang baru diproduksi tersebut, diperkirakan mencapai Rp 13 ribu per bungkus atau lebih tinggi dari perkiraan awal hanya Rp 12 ribu per bungkus dengan isi 12 batang rokok.
"Sepanjang di pasaran tidak ada produk rokok ilegal, produk kami siap bersaing dengan merek rokok lain," ujarnya.
Pemilik PR Kembang Arum Kudus Peter Muhammad Farouk mengakui untuk rokok SKT golongan III informasinya tidak naik karena yang naik untuk rokok jenis SKM golongan I dan II.
"Saya sendiri sudah tidak memproduksi rokok SKM karena sulit bersaing di pasaran sehingga sejak tahun 2013 sudah tidak produksi. Saat ini hanya produksi SKT. Mudah-mudahan tarifnya nanti tidak ada kenaikan karena padat karya dengan melibatkan banyak pekerja," ujarnya.
Hal terpenting, kata dia, penindakan terhadap rokok ilegal dimaksimalkan, agar pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu menjadi berkurang sehingga produsen rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal.
Sumber: Tempo.co