SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mengakui sulit untuk menagih sejumlah piutang negara kepada sejumlah debitur, karena adanya pandemi virus corona covid-19.
Dilansir dari Suara.com, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, di tengah pandemi ini resiko tertular virus saat menagih resikonya lebih tinggi.
"Kalau untuk tahun ini agak kecil nilainya karena covid-19. Piutang negara tidak bisa ditagih secara online. Ini harus datang menyita dan sebagainya," kata Isa dalam acara Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jumat (4/12/2020).
Makanya, kata dia, untuk tahun ini target piutang yang bisa dikumpulkan pemerintah relatif kecil, hanya sekitar Rp 60 miliar.
"Jadi, ini risikonya tinggi (tertular). Makanya tahun ini targetnya Rp 60 miliar dan berkas kasus yang diselesaikan 7.000 berkas,” kata Isa.
Berdasarkan data yang dimiliki Isa, saat ini tercatat ada 59.514 berkas kasus piutang negara (BKPN) dengan outstanding sejumlah Rp 75,3 triliun. Sejumlah piutang ini akan terus ditagih oleh pemerintah sampai dapat.
Sehingga, kata dia, pada masa pandemi ini, untuk lebih memperlancar penagihan utang, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara.
"Kita berusaha untuk memperbaiki tata kelola piutang, dari hulu ke hilir, dengan memberikan lebih banyak kepercayaan kepada kementerian/lembaga untuk mengelola piutangnya sampai tuntas,” kata Isa.
Bentuk kepercayaan tersebut, ungkapnya, terlihat pada salah satu materi penting pada PMK ini, yakni adanya pembatasan piutang negara yang boleh diserahkan kepada PUPN oleh K/L.
"PMK-nya masih baru di pertengahan Oktober 2020. Mulai dari sekarang sudah diserahkan (wewenang ke K/L). Piutang dibawah Rp 8 juta diselesaikan ke K/L akan disosialisasikan ke K/L," katanya.
Ia menyatakan, hal ini dimaksudkan agar PUPN atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) tidak lagi terfokus untuk menyelesaikan berkas piutang negara yang relatif kecil dan sesungguhnya dapat diselesaikan sendiri oleh K/L selaku pemilik piutang.
"Dengan demikian, PUPN dapat lebih fokus kepada piutang negara yang jumlahnya lebih signifikan, termasuk dengan pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi, yang memang menjadi tugas dan kewenangan PUPN," pungkasnya.
Sumber: Suara.com