SUKABUMIUPDATE.com - Total utang pemerintah pusat hingga akhir Oktober 2020 lalu tercatat sebesar Rp 5.877,71 triliun. Adapun utang ini terdiri dari pinjaman sebesar Rp 848,85 triliun dan surat berharga negara Rp 5.028,86 triliun.
Dikutip dari Tempo.co, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo mengatakan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto saat ini sudah menembus 30 persen. Berdasarkan bahan paparan Prastowo, per akhir Oktober 2020 rasio utang terhadap PDB berada pada level 37,84 persen.
Prastowo berujar, rasio utang terhadap PDB itu naik di tengah Pandemi Covid-19. Padahal, selama ini pemerintah sudah berupaya konsisten dari 2008 hingga 2019 untuk menjaga rasio di bawah 30 persen. "Tapi ini sebuah pil pahit yang harus diambil demi menjaga keselamatan rakyat akibat dampak Covid-19. Jadi tantangan kita ada di sini," ujar Prastowo dalam sebuah webinar, Sabtu, 28 November 2020.
Menurut Prastowo, rasio utang pemerintah saat ini sebenarnya masih di bawah batas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, yakni sebesar 60 persen. Namun, pemerintah menilai kenaikan rasio utang tersebut tetap perlu waspadai. Dalam kondisi ini, peran pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah, ujar dia, menjadi penting.
Berdasarkan total utang pemerintah tersebut, persentase pinjaman pada total utang pemerintah pusat adalah di 14,44 persen. Sementara, surat berharga negara adalah sebesar 85,56 persen.
Lonjakan utang pemerintah adalah implikasi dari kebijakan luar biasa pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Pada masa pagebluk ini, pemerintah memperlebar ruang fiskal pada anggaran 2020 melalui peningkatan defisit anggaran menjadi Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen PDB.
Defisit ini terjadi lantaran turunnya pendapatan pemerintah lantaran melemahnya kondisi ekonomi dan daya beli serta pemberian insentif fiskal. Di sisi lain, belanja pemerintah naik untuk mengatasi dampak virus corona.
Prastowo mengatakan, kebijakan fiskal yang ekspansif itu hanya akan berlangsung hingga 2022. Pada 2023, pemerintah berjanji mengembalikan kembali disiplin fiskal dengan mendesain defisit anggaran di bawah tiga persen.
"Kalau kita sekarang kita bertumpu pada utang, dua tahun lagi bagaimana kita bisa membangun kebijakan fiskal yang lebih berdaya tahan dan berkesinambungan. Itu pertanyaan yang harus kita jawab bersama," ujar Prastowo.