SUKABUMIUPDATE.com - Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, menilai bahwa instruksi Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang ditujukan bagi para kepala daerah, tak proporsional.
Meski begitu, ia menilai instruksi yang dikeluarkan 18 November 2020 tersebut, tidak bertentangan dengan undang-undang lain.
Bivitri mengatakan instruksi tersebut sebatas arahan dari atasan kepada bawahan dan sifatnya tidak mengatur. "Isinya pun lebih banyak mengutip dan menegaskan pasal 78 Undang-Undang Pemerintahan Daerah," kata Bivitri dikutip dari Tempo.co pada Kamis, 19 November 2020.
Bivitri menganggap instruksi tersebut berisi ancaman agar para kepala daerah memastikan protokol kesehatan di wilayahnya berjalan. Dalam insturksi ini, Tito bahkan menebalkan bagian yang berkaitan dengan pemberhentian kepala daerah. "Secara esensi saya setuju kepala daerah harus tanggung jawab, ini masa pandemi kok bisa dibiarkan begitu ada kumpul-kumpul. Cuma harus dilihat juga secara proporsional bahwa pemberhentian Kepala Daerah itu tak lagi bisa dilakukan begitu saja oleh Mendagri," kata Bivitri.
Ia mengatakan kepala daerah saat ini dipilih secara langsung. Artinya, mereka tak bisa serta-merta diberhentikan sepihak oleh Kementerian Dalam Negeri. Dibutuhkan proses yang panjang sebelum akhirnya kepala daerah bisa diberhentikan.
"Jadi memang harus ke DPRD dulu, jadi keputusan politik, nanti dari DPRD ke Mahkamah Agung. Jadi prosesnya masih panjang sekali, tak bisa langsung seperti itu," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meneken instruksi untuk para gubernur, bupati, dan wali kota buntut sejumlah kerumunan yang terjadi belakangan ini. Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 itu diteken pada Rabu, 18 November 2020 dan memiliki enam poin.
Tito mengatakan berbagai langkah telah dilakukan secara sistematis dan masif dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat. Kepala daerah, kata dia, juga perlu menghargai kerja keras dan dedikasi bahkan nyawa para pejuang yang telah gugur terutama para dokter, perawat, tenaga medis lainnya, anggota TNI/Polri, dan relawan serta berbagai elemen masyarakat.
Menurut Tito, perlu langkah-langkah cepat, tepat, fokus, terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah. Ia mengatakan pemerintah telah menerbitkan serangkaian peraturan untuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Yakni UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Kemudian Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19, dan Peraturan Mendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda.
Tito juga menyinggung kewajiban kepala daerah yang diatur dalam Undang-undang Pemda. Ia mewanti-wanti bahwa kepala daerah yang melanggar peraturan perundang-undangan bisa diberhentikan.
Sumber: Tempo.co