SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mencatat hingga November 2020, belum ada perusahaan baru yang bergerak di bidang minuman beralkohol yang berminat menanamkan modal di dalam negeri.
“Investasi sejauh ini baru (perusahaan) yang ada saja (sudah berdiri di Indonesia),” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim, Sabtu, 14 November 2020, seperti dikutip dari Tempo.co.
Abdul mengatakan kondisi ini terjadi karena pandemi Covid-19. Krisis lantaran pagebluk membuat sejumlah industri, termasuk sektor minuman beralkohol, tak menunjukkan kinerja positif. “Karena Covid-19, (industri) tidak bisa berproduksi secara optimal,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor untuk kelompok HS Code 2 digit 22 atau HS 22 yang meliputi minuman, alkohol, dan cuka menurun dalam dua bulan terakhir. Pada September 2020, ekspor HS 22 tercatat sebesar US$ 12,58 juta dengan volume 25,4 juta kilogram. Angka ini turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 19,9 juta dengan volume mencapai 138,8 juta kilogram.
Pemerintah telah melonggarkan sektor-sektor investasi yang selama ini masuk daftar negatif investasi (DNI) agar terbuka bagi investor asing sejak awal tahun, termasuk minuman beralkohol. Daftar negatif investasi tersebut dalam lima tahun terakhir sudah berkali-kali direvisi.
Revisi pertama dilakukan pada 2016 yang melonggarkan 87 bidang usaha untuk bisa diinvestasikan oleh pemodal asing. Pelonggaran kedua dilakukan dengan membuka bidang usaha investasi menjadi 95 bidang. Sementara itu dalam revisi ketiga atau terakhir, DIN yang semula berjumlah 20 tinggal menyisakan enam bidang usaha.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan industri minuman beralkohol menyerap ratusan ribu tenaga kerja baik dari sisi maupun hingga hilir. “Dari importir saja sudah menyerap tenaga kerja 3.000 orang,” ucapnya saat dihubungi.
Belum lagi dari asosiasi pengusaha bir dan di luar bir, seperti anggur produksi Orang Tua. Menurut Ipung, industri tersebut bisa menyerap tenaga kerja berkali lipat lebih banyak dari kebutuhan importir. Dari sisi indirect atau industri tidak langsung, Ipung menyatakan sumber daya manusia terserap dari gerai khusus penjual minuman beralkohol, distributor, hingga industri pariwisata.
Selain menyumbang serapan terhadap tenaga kerja, sektor usaha minuman beralkohol mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dari industri-industri rumah tangga yang memperoduksi minuman arak tradisional, seperti Brem Bali dan Cap Tikus. Usaha rumahan ini bahkan mendapat dukungan dari sejumlah pemerintah setempat untuk mendongkrak pendapatan asli daerah.
“Pemda pun sudah mendorong sebagai produksi lokal yang dikenal di internasional,” ucapnya.
Sumber: Tempo.co