SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut izin wisata Taman Nasional (TN) Komodo yang diberikan kepada tiga perusahaan swasta belum aktif hingga saat ini. Penyerahan izin itu ditolak oleh masyarakat.
“Semua izin belum aktif. Salah satunya karena pada waktu itu 2019 banyak penolakan. Padahal secara aturan, izin dibolehkan,” ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian KLHK Wiratno dalam konferensi pers yang digelar virtual, Rabu, 28 Oktober 2020, seperti dikutip dari Tempo.co.
Kementerian KLHK memberikan izin usaha wisata kepada tiga perusahaan, yakni PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL), dan PT PT Sinergindo Niagatama. Kepada SKL, Kementerian menyerahkan izin usaha wisata untuk lahan seluas 22,1 hektare di Pulau Rinca pada 2015.
Sedangkan KWE memperoleh izin pada 2014 untuk dua lokasi, yakni Pulau Padar dan Pulau Komodo. Di Pulau Padar, perusahaan mengantongi konsesi 151,9 hektare. Sedangkan luas izin lahan usaha wisata di Pulau Padar sebesar 274,13 hektare.
Sementara itu, Sinergindo Niagatama mendapatkan izin usaha sebesar 15,3 hektare untuk Pulau Tatawa. Wiratno berdalih, meski memberikan izin usaha kepada swasta, pihaknya akan mengutamakan pemberian izin jasa kepada masyarakat setempat.
“Kami prioritaskan izin-izin jasa dari masyarakat,” katanya. Dia berdalih, saat ini izin jasa, misalnya untuk pemandu wisata, sudah banyak diberikan kepada warga Kampung Komodo, Kampung Rinca, dan Kampung Ora.
Peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace, Venan Haryanto, mempersoalkan pelibatan swasta dalam pemberian izin usaha pariwisata. Venan menilai langkah ini melanggengkan invasi bisnis, alih-alih menjaga kelestarian lingkungan di habitat kadal raksasa.
“Kami sudah mengirimkan surat ke UNESCO dan UNEP terkait masalah ini pada 9 September,” tuturnya. Namun, lembaga internasional itu, menurut Venan, tak memiliki wewenang dalam mengatur pengelolaan TN Komodo.
Sumber: Tempo.co