SUKABUMIUPDATE.com - Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan pemerintah seharusnya menghapus cuti bersama untuk libur Maulid Nabi SAW 28-31 Oktober 2020. Ia khawatir tingginya mobilisasi masyarakat akan meningkatkan potensi penularan kasus Covid-19.
“Pemerintah mengimbau masyarakat tidak ke mana-mana, tapi diadakan cuti bersama. Harusnya cukup sehari saja libur,” kata Pandu dilansir dari Tempo.co, Rabu, 28 Oktober 2020.
Pandu menerangkan, libur panjang selama pandemi corona acap mengakibatkan pertambahan jumlah kasus positif Covid-19. Fenomena itu terjadi pada libur panjang Agustus lalu yang memantik rata-rata kasus Covid-19 harian terkerek naik.
Akhirnya, kata dia, sembilan daerah menjadi zona merah penyebaran virus. Pandu juga mengkritik langkah pemerintah memberikan stimulus dalam bentuk penggratisan biaya retribusi bandara atau airport tax yang justru membuat minat masyarakat untuk bergerak dari satu kota ke kota lainnya tinggi. “Dengan begitu kita akan kesulitan menekan kasus Covid-19,” ucapnya.
Meski protokol kesehatan telah diterapkan secara ketat di simpul-simpul transportasi dan di dalam armada angkutan, Pandu memperkirakan penularan masih mungkin terjadi di titik-titik wisata.
Karena itu, Pandu berharap pemerintah daerah dapat konsisten menjaga penularan di titik-titik ramai seperti restoran, destinasi liburan, serta mencegah adanya acara-acara yang melibatkan banyak orang.
Dia pun meminta pemerintah tidak hanya berfokus memitigasi penyebaran Covid-19 dari klaster perjalanan dan wisata, tapi juga kegiatan ibadah Mualid Nabi SAW. Sejauh ini, dia memandang pemerintah belum mengeluarkan larangan atau imbauan terhadap kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak orang.
“Ini potensinya (penyebaran Covid-19) dobel, dari kegiatan Maulid Nabi ada, dari perjalanan juga ada. Jangan fokusnya hanya di perjalanan saja,” katanya.
Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan pemerintah telah melakukan pelbagai upaya untuk mencegah munculnya klaster libur panjang. “Kami akan terus dengan yang sudah dilakukan, yaitu peningkatan kepatuhan terhadap protokol kesehatan,” tutur Jodi saat dihubungi melalui pesan pendek.
Jodi mengakui, saat ini sejumlah pihak belum patuh terhadap lantaran jenuh menghadapi pandemi. Kejenuhan ini mengakibatkan protokol kesehatan di masyarakat kendor. Karenanya, untuk mencegah hal itu, Jodi menyebut pemerintah menggencarkan operasi yustisi hingga tiga kali sehari.
Pihak berwenang, kata dia, akan memberikan sanksi bagi pelanggar. Sanksi itu berupa push-up, menyanyikan lagu, dan penyitaan KTP. Namun ia memastikan belum ada denda untuk pihak-pihak yang tidak tertib.
Di samping itu, pengetatan protokol juga dilakukan dengan pengoptimalan sistem manajemen informasi. “Kami mengedepankan prinsip kecepatan, integrasi tes dengan lacak-isolasi, dan satu data (interoperabilitas),” tuturnya.
Sumber: Tempo.co