SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Pertahanan atau Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat telah rampung membahas Peraturan Presiden Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan ada sejumlah catatan yang diberikan komisinya.
"Saya pribadi berharap bisa jelas pelibatan TNI sejauh mana," kata Dave, dikutip dari Tempo.co, Senin, 26 Oktober 2020.
Dave mengatakan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme terbatas pada wilayah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ia mencontohkan, TNI tak bisa masuk ke ranah pencegahan atau penuntutan karena dua fungsi itu merupakan wewenang Kepolisian Republik Indonesia.
"TNI hanya terbatas kepada pemberantasan untuk yang sesuai UU saja," kata Dave.
Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Terorisme, fungsi mengatasi aksi terorisme diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3. Poin tersebut mengatur tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) untuk mengatasi aksi terorisme.
Adapun dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf f, tertulis bahwa aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri termasuk ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Dalam UU TNI, tugas TNI dalam operasi militer untuk perang maupun OMSP, termasuk di dalamnya mengatasi aksi terorisme, dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Menurut Dave, Komisi I pun menyarankan agar pelibatan TNI diputuskan oleh presiden.
"Saya enggak ingat persis kata-katanya, tapi harus keputusan presiden baru bisa TNI itu dimanfaatkan. Tapi kan bisa diajukan oleh panglima," kata Dave.
Selain itu, Komisi I meminta agar sumber dana pelibatan TNI dalam penanganan terorisme hanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Usulan ini berbeda dengan bunyi Perpres yang menyebutkan pendanaan bisa berasal dari APBN, APBD, dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Mestinya hanya dari APBN, tidak boleh dari luar. Kalau dari luar kan bisa ada pengaruh asing terhadap pemberantasan terorisme," ujar politikus Golkar ini.
Dave mengklaim sudah tak ada lagi perbedaan pendapat dengan Komisi Hukum atau Komisi III DPR ihwal Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme ini. Di Komisi III, persoalan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme pernah dibahas saat menggodok revisi UU Terorisme pada 2018 lalu, tetapi mentok.
"Yang tadinya masih belum jelas, sudah keluar suratnya dari Presiden jadi enggak ada dispute lagi," ujar Dave.
Dave mengatakan pembahasan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme itu dibahas secara terpisah oleh Komisi I dan Komisi III DPR. Di Komisi I, kata dia, pembahasan berlangsung cepat hanya dalam satu kali rapat.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry belum merespons pertanyaan Tempo ihwal progres pembahasan Perpres tersebut di komisinya. Menurut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, baru Komisi I yang sudah menyetorkan hasil pembahasan ke meja pimpinan Dewan.
"Masih nunggu pandangan dan masukan dari Komisi tiga DPR RI," kata Azis ketika dihubungi, Senin, 26 Oktober 2020.
Sumber: Tempo.co