SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi polemik terkait banyaknya versi draf UU Cipta Kerja yang beredar di tengah masyarakat dengan jumlah halaman yang berbeda-beda.
Menurut Airlangga, banyaknya versi jumlah halaman pada draft UU Cipta Kerja ini karena jenis kertas dan font (jenis tulisan) yang digunakan berbeda.
"Karena kan tergantung jenis kertas, dan jenis font yang digunakan kan beda-beda (juga)," kata Airlangga dalam acara 1 Tahun Jokowi-Maruf yang disiarkan TVRI, Minggu malam (25/10/2020), dikutip dari Suara.com.
Sehingga kata Ketua Umum Partai Golkar ini, masalah tersebut janganlah dibesarkan-besarkan. "Jadi tidak perlu terpaku pada jumlah halaman," kata dia.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno angkat bicara terkait perubahan jumlah halaman draft final Undang-undang Cipta Kerja yang diserahkan dari DPR kepada Presiden Jokowi.
Semula, draft final yang diserahkan dari DPR berjumlah 812 halaman. Namun, kekinian beredar naskah draft UU Cipta Kerja yang yang diterima MUI dan Muhammadiyah berjumlah 1.187 halaman.
Pratikno menuturkan, format yang disiapkan Kementerian Sekretariat Negara yakni 1.187 halaman. Draft tersebut sama dengan naskah yang diserahkan ke Presiden Jokowi.
"Tapi substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg, yakni 1.187 halaman sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada presiden," ujar Pratikno kepada wartawan.
Pratikno menuturkan, sebelum naskah RUU Cipta Kerja diserahkan ke Jokowi dan masuk lembaran negara, Kemensesneg melakukan penyesuaian dan pengecekan teknis.
Setiap perbaikan teknis yang dilakukan Kemensesneg, sudah melalui persetujuan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas.
"Sebelum disampaikan kepada presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan. Setiap item perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain lain, semuanya dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg," tutur dia.
Terkait perbedaan jumlah halaman, Pratikno menegaskan, mengukur kesamaan dokumen tidak bisa disamakan dengan jumlah halaman.
Pasalnya, naskah yang sama yang diformat pada ukuran kertas, margin hingga font yang berbeda, menghasilkan perbedaan jumlah halaman.
"Kami sampaikan bahwa mengukur kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, itu bisa misleading. Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," ucap Pratikno.
Sumber: Suara.com