SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas mengklarifikasi penghapusan Pasal 46 terkait minyak dan gas bumi dari UU Cipta Kerja. Menurut Supratman, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu memang seharusnya dihapus dari naskah UU Cipta Kerja.
Supratman mengaku telah berkomunikasi dengan Sekretariat Negara ihwal penghapusan pasal ini."Jadi kebetulan Setneg yang menemukan, itu seharusnya memang dihapus," kata Supratman, dikutip dari Tempo.co, Kamis, 22 Oktober 2020.
Pasal 46 UU Migas itu sebelumnya tercantum dalam naskah omnibus law setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo. Namun belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah omnibus law setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.
Supratman menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Awalnya, kata dia, pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dengan usulan itu, Pasal 46 yang semula berisi empat ayat ditambah satu ayat. Supratman mengatakan usulan itu dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja), tetapi tak disetujui. Namun pasal tersebut tetap tercantum dalam naskah 812 halaman yang dikirimkan DPR ke pemerintah.
"Yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat satu sampai empat. Karena tidak ada perubahan, Setneg mengklarifikasi ke Badan Legislasi," ujar politikus Gerindra ini.
Diklarifikasi Setneg, Supratman pun berkonsultasi dengan koleganya di Baleg. Menurut Supratman, mereka memastikan pasal itu seharusnya memang tidak ada.
"Seharusnya dihapus, karena kembali ke UU existing (sebelumnya) jadi tidak ada di UU Ciptaker," ujar Supratman.
Selain penghapusan Pasal 46, Tempo menemukan perbedaan penulisan bab pada bab mengenai Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi. Dalam naskah 812 halaman, hal ini ada di bawah Bab VIA. Namun di naskah 1.187 halaman, bab ini bernomor VIIA.
Namun di naskah 812 halaman pun terjadi kerancuan. Di atas Bab VIA pada halaman 424 tertulis "Di antara Bab VI dan Bab VII disisipkan 1 (satu) bab yaitu Bab VIIA, sebagai berikut:".
Lalu pada naskah terbaru, pada halaman 669 tertulis "Di antara Bab VII dan Bab VIII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:". Padahal Bab VIIA ini berada di antara Bab VI dan Bab VII.
Supratman mengatakan kebijakan fiskal itu seharusnya memang Bab VIIA."Ternyata setelah kami cek seharusnya Bab VIIA. Itu kan hanya soal penempatan saja, tidak mengubah isi sama sekali," ujar dia.
Meski begitu, Supratman menolak naskah UU Cipta Kerja dari DPR disebut belum rapi. "Ya jangan dibilang belum rapi. Begitu klarifikasinya."
Sumber: Tempo.co