SUKABUMIUPDATE.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan pembangkangan sipil atau civil disobedience merupakan penolakan terhadap segala kebijakan atau program pemerintah.
"Yang dibutuhkan dalam pembangkangan sipil adalah solidaritas masyarakat bersama," kata Charles dilansir dari Tempo.co, Kamis, 22 Oktober 2020.
Charles mengatakan tak ada hukuman langsung terhadap pembangkangan sipil. Ia mengatakan bentuk-bentuk pembangkangan sipil pun ada banyak dan bergantung pada sektor masing-masing.
Contohnya ialah mogok kerja oleh buruh, mogok kuliah oleh mahasiswa, mogok mengajar oleh guru dan dosen. Namun jika dilakukan oleh individu-individu, kata Charles, tindakan tersebut bisa berujung pada pemecatan atau sanksi.
"Kalau hanya satu-satu ujungnya mudah ditindak. Tapi penindakan itu bukan kepada pembangkangan sipilnya, tapi apa yang dia langgar," kata Charles.
Charles mengatakan contoh lain dari pembangkangan sipil ialah menolak membayar pajak. Istilah civil disobedience sendiri pertama kali digunakan oleh Henry David Thoreau. Dalam esainya tahun 1848, Thoreau menjelaskan penolakan terhadap pajak yang digunakan pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai perang Meksiko.
Menurut Charles, di satu sisi penolakan membayar pajak di Indonesia tak terlalu signifikan dampaknya. Sebab kontribusi pajak perorangan terhadap pemasukan negara tidak terlalu besar. Namun hal itu tetap bisa dilakukan sebagai bentuk perlawanan. "Tidak masalah sebagai sebuah simbol perlawanan, bisa saja," kata dia.
Charles mengatakan masyarakat sipil yang menolak omnibus law memang harus jeli mencari cara penolakan. Sehingga pemerintah atau aparat tak mudah menekan gerakan ini. Dia mencontohkan aksi mahasiswa Universitas Gadjah Mada berkemah di kampus setelah rektorat melarang mereka mengikuti demonstrasi.
Aksi diam seperti yang dipakai di Kamisan atau aksi mengecor kaki seperti perempuan Pegunungan Kendeng, kata Charles, juga bisa menjadi varian pembangkangan sipil.
"Tagline-nya gerakan bersama, tapi variannya banyak. Kalau diserukan pembangkangan sipil harapannya solidaritas akan semakin besar ketimbang menyatakan ini unjuk rasa saja," ujar peneliti Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ini.
Pembangkangan sipil di antaranya diserukan oleh Fraksi Rakyat Indonesia di Jakarta dan Aliansi Rakyat Bergerak di Yogyakarta. Hari ini, Fraksi Rakyat Indonesia bersama Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) kembali menggelar aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di Istana Negara.
"Gebrak akan melanjutkan aksi pembangkangan sipil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja dengan aksi turun ke jalan lagi," kata perwakilan Gebrak, Sunarno dalam keterangannya hari ini.
Sumber: Tempo.co