SUKABUMIUPDATE.com - Kendati Undang-undang atau UU Cipta Kerja belum diteken Presiden Joko Widodo, gugatan terhadap UU sudah dilayangkan sejumlah pihak. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerima dua permohonan uji materi hingga hari ini.
"Sudah ada dua permohonan diajukan kemarin," ujar Juru Bicara MK, Fajar Laksono lewat pesan singkat, Selasa, 13 Oktober 2020, dikutip dari Tempo.co.
Permohonan pertama diajukan oleh dua orang pekerja bernama Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.
Berdasarkan berkas permohonan yang diunggah di laman MK RI, keduanya menyoal Pasal 59, Pasal 156 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 79 Ayat (2) huruf b dan Pasal 78 Ayat (1) huruf b klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.
Pasal-pasal yang dipersoalkan tersebut terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pesangon dan pengupahan yang layak.
Melalui permohonannya, Dewa Putu Reza dan Ayu Putri meminta agar MK menyatakan Pasal 59, Pasal 156 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 79 Ayat (2) huruf b dan Pasal 78 Ayat (1) huruf b klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Permohonan kedua diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS) yang diwakili oleh Ketua Umum Deni Sunarya dan Sekretaris Umum Muhammad Hafiz.
Pemohon menyoal Pasal 81 angka 15, angka 19, angka 25, angka 29 dan angka 44 Undang-undang Cipta Kerja, juga terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pesangon dan pengupahan.
Fajar mengatakan, permohonan yang diajukan sebelum sebuah peraturan diundangkan tentu tidak memiliki obyek gugatan. Dalam kebanyakan kasus, biasanya permohonan tersebut ditolak.
Adapun hingga kemarin, naskah final UU Cipta Kerja itu belum dikirim ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk diteken dan diundangkan dalam lembaran negara. Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra Iskandar mengatakan, lembaga legislatif punya waktu hingga 14 Oktober untuk menyempurnakan UU sebelum dikirim ke presiden.
Sumber: Tempo.co