SUKABUMIUPDATE.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan jumlah terdakwa kasus korupsi yang divonis ringan sepanjang Januari-Juni 2020 (semester I) mengalami kenaikan signifikan.
"Pada pemantauan ini ICW menemukan sebanyak 766 terdakwa diberikan vonis ringan," kata Kurnia dalam konferensi pers, Ahad, 11 Oktober 2020, dikutip dari Tempo.co.
Kurnia mengatakan, dibandingkan dengan Semester I 2019, jumlah terdakwa yang divonis ringan atau kurang dari 4 tahun hanya 766 orang. Dari 436 terdakwa, sebanyak 187 di antaranya merupakan perangkat desa, 149 orang pemprov atau pemkot/pemkab maupun kecamatan atau kelurahan.
Kemudian 136 di antaranya berasal dari swasta, 23 kalangan DPR atau DPRD atau DPD, 21 orang BUMN atau BUMD, dan 1 kepala daerah.
Untuk kategori vonis sedang atau di bawah 10 tahun penjara, pantauan ICW menunjukkan setidaknya ada 206 terdakwa. Jumlah tersebut juga mengalami kenaikan dibanding tahun lalu sebanyak 71 terdakwa.
Vonis berat atau lebih dari 10 tahun penjara juga terjadi kenaikan di semester I 2020. ICW menemukan sebanyak 10 terdakwa diganjar pemidanaan lebih dari 10 tahun penjara. Sedangkan tahun lalu hanya 2 terdakwa.
Untuk vonis bebas atau lepas juga terbilang tinggi pada semester I tahun ini. Kurnia mengatakan, tahun lalu, terdakwa yang divonis bebas atau lepas hanya 17 orang. Kini tercatat ada 55 terdakwa divonis bebas atau lepas.
Pengadilan yang memberikan vonis bebas atau lepas di antaranya PN Banda Aceh (6 terdakwa), PN Medan (6), PN Makassar (5), PN Kendari (4), PN Manado (4), PN Pekanbaru (4), PN semarang (3), PN Palu (3), PN Jambi (3), PN Bandung (2), PN Banjarmasin (2), PN Mataram (2), PN Bengkulu (1), PN Denpasar (1), PN Palangkaraya (1), PN Palembang (1), dan PN Tanjung Karang (1).
Menurut Kurnia, maraknya vonis ringan, lepas, dan bebas para terdakwa kasus korupsi karena disebabkan belum adanya kesepahaman di antara para hakim yang menyidangkan perkara korupsi bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan luar biasa.
"Mestinya dalam hal ini penegak hukum, tak terkecuali hakim, memahami bahwa pemberian efek jera terhadap pelaku kejahatan dapat dilakukan dengan menjatuhkan hukuman maksimal," ujarnya.
Sumber: Tempo.co