SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin pesimistis kasus kekerasan dan penangkapan terhadap jurnalis yang terjadi saat demonstrasi Omnibus Law akan diusut tuntas, jika pihaknya melakukan pelaporan ke polisi.
Sebab pihaknya pernah membuat laporan serupa pada tahun lalu, namun kasusnya menguap begitu saja.
"Kami khwatir sekali jika kasus ini dilaporkan akan menguap kembali. Tentu saja ini bukan hanya bahaya untuk kebebasan pers kita, tapi juga memicu ketidakpercayaan insan pers pada penegakan hukum khususnya kasus kekerasan jurnalis." ujar Ade, dikutip dari Tempo.co, Ahad, 11 Oktober 2020.
Meskipun pernah ada preseden buruk terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis di kepolisian, Ade mengatakan pihaknya tetap akan melayangkan pelaporan. Saat ini LBH Pers dengan lembaga bantuan hukum pers lainnya masih mengumpulkan data jumlah wartawan yang mengalami perlakuan tak manusiawi dari aparat. "Rencana besok koordinasi sebelum melakukan pelaporan," kata Ade.
Sebelumnya, sebanyak 7 jurnalis yang sedang meliput demo ditangkap dan dianiaya polisi tanpa diberi kesempatan mendapat pendampingan hukum. Mereka secara bertahap baru dilepaskan polisi pada Jumat malam kemarin.
Salah satu jurnalis yang mendapat kekerasan tanpa pendampingan hukum dialami Thohirin, jurnalis dari CNNIndonesia.com. Ia mengaku dipukul dan ponselnya dihancurkan. Tohirin menerima perlakuan itu ketika meliput demonstran yang ditangkap polisi di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
"Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm," kata Thohirin, yang mengklaim telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan Pers miliknya ke aparat.
Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin juga menjadi sasaran polisi. Ia merekam saat polisi diduga mengeroyok demonstran. Anggota Brimob dan polisi berpakaian sipil menghampirinya meminta kamera Peter. Peter sempat menolak. Namun kemudian Peter diseret, dipukul dan ditendang gerombolan polisi yang membuat tangan dan pelipisnya memar. "Kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya," ujar Peter
Ponco Sulaksono, jurnalis Merahputih.com bahkan ditangkap oleh polisi. Ponco sempat tak bisa dikontak selama beberapa jam hingga tengah malam tadi. Belakangan diketahui, polisi menangkap Ponco dan menahannya di Polda Metro Jaya. Foto terakhir Ponco di tahanan polisi tampak ia masih mengenakan jaket biru gelap dengan tulisan PERS besar di bagian punggung.
AJI Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mengecam tindakan polisi menganiaya, dan menghalangi kerja wartawan. Menurut AJI, tindakan itu melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sumber: Tempo.co