SUKABUMIUPDATE.com - Polisi kembali menyebut Kelompok anarko sebagai biang rusuh dalam unjuk rasa menolak omnibus law Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Pada Jumat pekan lalu, ada 1.192 orang ditangkap. Mereka hendak berunjuk rasa di sekitar Istana Negara dan DPR.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi menangkap mereka karena ada indikasi akan berbuat anarkis.
"Dari pengalaman sebelumnya memang ada demo dan berakhir kerusuhan, ada indikasi itu ditunggangi oleh orang-orang yang memang anarko,” kata Yusri di kantornya, Jumat, 9 Oktober 2020, dikutip dari Tempo.co.
Pada Rabu lalu, 7 Oktober 2020, polisi juga menangkap 251 orang yang disebut sebagai bagian dari kelompok anarko dan pemuda pengangguran. Anarko kerap dikaitkan dengan kekerasan.
Analis sosial dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menjelaskan fenomena anarko atau jalan anarkisme sebenarnya sudah ada sejak pertengahan akhir abad ke-19. Mereka menentang institusi dan hierarki dalam segala bentuk.
"Termasuk negara, yang dipandang sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tidak penting, dan malah merugikan," kata Ubed kepada Tempo, Ahad, 11 Oktober 2020.
Ubed menyebutkan ada dua hal penting yang menunjukkan kehadiran kelompok anarko. Pertama, menunjukkan kegagalan negara mewujudkan keadilan ekonomi, hukum maupun sosial di engah masyarakat.
"Ketidakadilan itu mendorong ketidakpercayaan generasi pada pemerintah, sehingga memilih jalan melawan dengan tindakan kekerasan," kata dia.
Kedua, menunjukkan kegagalan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi edukasi hukum kepada suatu generasi. Ini juga dipicu oleh performa yang buruk dari aparat, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan generasi pada aparat. Ketidakpercayaan itu menimbulkan kekecewaan kolektif, sehingga memilih jalan anarko.
Pemikir anarkisme, kata Ubed, terbaca dalam gagasan Mikhail Bakunin (1814-1876) yang sering disebut sebagai peletak dasar pemikiran anarkisme, dalam bukunya Stateless Socialism: Anarchism.
Menurut Ubed, Mikhail Bakunin bukan lah seorang komunis, karena ia menentang komunis. Mikhail Bakunin menilai komunis menghendaki otoritas negara dan pada akhirnya cenderung otoriter dan diktator.
Di Indonesia, Ubed menilai diskursus tentang anarko sudah ada sejak zaman revolusi kemerdekaan. Tetapi, fenomena yang mendekati defisini Mikhail Bakunin itu ada sejak akhir era Orde Baru atau tahun 1990-an.
Ubed mengatakan, kelompok anarko ini makin tumbuh subur seiring dengan kegagalan pemerintah menciptakan keadilan ekonomi, sosial, dan hukum.
"Jadi kunci meminimalisir kelompok anarko adalah pemerintah harus berbuat adil dan mampu mewujudkan keadilan ekonomi, sosial, dan hukum di tengah masyarakat," ujarnya.
Sumber: Tempo.co