SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyampaikan Pandangan Fraksi Partai Gerindra terhadap RUU tentang Ratifikasi Protokol Ke-7 ASEAN Framework Agrement On Services (AFAS), Senin (5/10/2020), di ruang rapat Komisi XI DPR.
Menurut dia, Paket Komitmen ke-7 Bidang Jasa Keuangan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai dirambah seiring paket liberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN. Namun, MEA juga harus memperhatikan pengembangan usaha kecil menengah (UKM) sebagai bagian dari pembangunan ekonomi inklusif ASEAN.
"Sejatinya MEA tidak melulu berbicara liberalisasi. Salah satu pilar utama MEA yang kurang digesa adalah menjadikan ASEAN sebagai kawasan pembangunan ekonomi yang inklusif dan merata melalui agenda yang fokus pada usaha kecil dan menengah (UKM)," ungkap Heri Gunawan.
Dalam pandangan fraksinya, Hergun menyampaikan, hal penting yang juga harus diingat adalah, pembahasan dan pengesahan RUU AFAS ini nantinya akan memberikan dampak serius bagi sektor keuangan dan perbankan nasional, khususnya peran intermediary untuk memperkuat sektor riil dalam perekonomian nasional.
Karena itu, lanjut legislator dapil Jabar IV (Kota/Kabupaten Sukabumi) ini, sejalan dengan salah satu pilar utama MEA yang berisi komitmen ASEAN untuk fokus pada usaha kecil dan menengah, maka masuknya industri jasa negara-negara ASEAN tidak boleh menganggu komitmen Pemerintah Indonesia membangun UKM di sektor jasa keuangan.
"Pemerintah Indonesia harus memberi ruang bernafas yang memadai kepada BPR dan BPR syariah juga koperasi, sehingga mereka tidak tergilas persaingan usaha yang meliberal itu. Masuknya dana asing juga harus dijaga sehingga tidak mencaplok UKM dalam negeri, yang merupakan pelaku usaha terbanyak dan pemberi lapangan kerja terbesar," katanya.
Paket Komitmen ke-7 di Bidang Jasa Keuangan ASEAN dibangun atas semangat untuk menarik modal asing masuk ke industri jasa keuangan di Indonesia. Namun, pada saat yang sama, Paket Komitmen ke-7 diharapkan menjadi peluang bagi para penyedia jasa keuangan Indonesia untuk dapat melakukan ekspansi usaha ke negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
"Sejak terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, maka ASEAN terus dikembangkan menjadi pasar tunggal dimana barang dan jasa dapat masuk dengan bebas. Paket-paket liberalisasi terus ditambah, termasuk dengan Paket Komitmen ke-7 di Bidang Jasa Keuangan yang hari ini kita bahas dalam Pembicaraan Tingkat I di Komisi XI DPR RI," katanya.
"Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan sumbangan sektor jasa terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) naik, dari 5,76 (data tahun 2015-2018) menjadi 9,8 persen pada tahun 2024. Sebuah target yang tidak mudah mengingat rasio ekspor Indonesia terus menurun, dari 41 persen pada tahun 2000 menjadi 21 persen pada tahun 2018," jelasnya.
Kini, di tengah pandemi COVID-19 yang memukul perekonomian nasional, tantangan bertambah lebih berat lagi. Belum lama ini saja kita membaca berita, lebih Rp125 triliun dana asing keluar dari Indonesia. Ada beberapa hal yang harus dicatat dan diketahui dari Fraksi Gerindra.
"Pertama, komitmen yang disampaikan Indonesia pada Protokol ke-7 tidak menambah perluasan akses pasar. Indonesia hanya memperjelas komitmen non- ure insurance menjadi konvensional dan takaful/syariah. Komitmen yang disampaikan oleh Indonesia dalam Protokol ini meliputi seluruh komitmen Indonesia dalam Protokol Keenam beserta tambahan penjelasan mengenai conventional and takaful insurance pada jasa non-life insurance yang sebelumnya telah dikomitmenkan pada WTO,"paparnya.
"Kedua, pengesahan potokol ke-7 tidak mewajibkan Indonesia untuk mengubah peraturan yang ada. Melalui komitmen Protokol ke-7, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan asing sesuai peraturan yang berlaku," pungkasnya.