SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law Rancangan Undang-Undangan (RUU) Cipta Kerja.
Mogok nasional rencananya akan dilakukan dengan tertib dan damai selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober 2020 dan berakhir pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.
Mogok nasional ini rencananya akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota. Mogok akan melibatkan pekerja di sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, hingga logistik dan perbankan.
"Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, 28 September 2020, dikutip dari Tempo.co.
Nantinya, para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan. Tapi belum dijelaskan lokasi mogok ini akan dilakukan.
Kesepakatan ini diambil setelah diadakan rapat bersama di Jakarta, Minggu, 27 September 2020. Iqbal menyebut rapat dihadiri Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan perwakilan 32 federasi serikat pekerja. Lalu, ada juga beberapa federasi seperti SP LEM dan GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.
Mereka kemudian sepakat akan melakukan mogok nasional. Ini adalah bentuk protes buruh Indonesia terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga pengurangan nilai pesangon.
Sementara itu, Iqbal menyebut dasar hukum mogok nasional ini menggunakan dua UU. Pertama, UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Demonstrasi). Kedua, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang tersebut,” kata dia.
Sejak awal, kata Iqbal, kelompok buruh meminta agar pelindungan minimal kaum buruh yang ada di UU Ketenagakerjaan tidak dikurangi. "Tetapi faktanya omnibus law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” kata dia.
Sumber: Tempo.co