SUKABUMIUPDATE.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hairansyah membeberkan alasan Pilkada 2020 sebaiknya ditunda. Dari sisi aturan, Hairansyah mengatakan, penundaan Pilkada Serentak 2020 memiliki dasar hukum, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020.
"Itu mensyaratkan mempertimbangkan penundaan karena pandemi dan bisa dilanjutkan kalau ini sudah berakhir. Jadi ada syarat UU yang terpenuhi untuk dilakukan penundaan," kata Hairansyah dalam webinar, Kamis, 17 September 2020, dikutip dari Tempo.co.
Alasan kedua, Hairansyah mengatakan, Pilkada 2020 perlu ditunda karena ada ketidakmampuan dari sisi regulasi dan institusi untuk memastikan dilaksanakannya protokol Covid-19. Dia menyebut terlihat jelas ada ketidakmampuan institusi dan regulasi untuk mencegah terjadinya kerumunan massa, misalnya dalam tahapan pendaftaran pasangan calon 4-6 September 2020.
"Terutama saat pendaftaran kemarin kita bisa melihat secara regulasi dan institusi, pencegahan kerumunan itu hampir tidak bisa dilakukan," ujar dia.
Menurut Hairansyah, Komnas HAM telah mengkaji dan meneliti berbagai kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19 sejak awal pandemi. Ia mengatakan ada 18 rekomendasi yang sudah disampaikan, salah satunya terkait penguatan peraturan perundang-undangan.
Hairansyah mengatakan perlu ada penguatan legalitas dari sisi ketentuan yang mengatur ihwal bagaimana penanganan Covid-19. Dia mencontohkan, di satu sisi memang sudah ada pernyataan darurat kesehatan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2020.
Namun, implementasi kebijakan dan sanksi sulit lantaran minim penetapan status kawasan seperti yang diatur dalam Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018. Dari sembilan provinsi yang menggelar Pilkada 2020, kata Hairansyah, tak ada yang menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hairansyah mengatakan hal ini menjadi problem serius dalam penerapan sanksi. Padahal, jumlah kasus Covid-19 di daerah terus mengalami kenaikan signifikan. "Sejauh penerapan status kawasan belum diterapkan, maka penerapan sanksi-sanksi sebagaimana diatur UU Kekarantinaan sangat sulit dilaksanakan," ujar dia.
Artinya, kata Hairansyah, ada dua konteks yang menjadi satu dalam persoalan Pilkada 2020. Pertama ialah ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi penyebaran Covid-19 dari sisi regulasi dan tindakan.
"Kedua, dalam situasi ini akan ada event yang sangat besar yaitu Pilkada yang di dalamnya ada kegiatan yang berpotensi terjadi kerumunan," kata dia. "Ini penting menjadi catatan, mengapa kita perlu melihat apakah Pilkada bisa dilanjutkan atau tidak."
Sumber: Tempo.co