SUKABUMIUPDATE.com - Polemik program Food Estate di bawahb Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kembali menuai sorotan Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), drh Slamet.
Legislator asal Sukabumi tersebut memaparkan, dari analisa Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan kerangka sampel area (KSA) dengan luas panen besar 8,99 juta hektare, produksi selama Januari-September diperkirakan mencapai 46,9 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 26,91 juta ton beras.
Adapun untuk konsumsi, selama periode tersebut diperkirakan jumlahnya mencapai 22,28 juta ton. Jadi seharusnya, bila dihitung produksi dikurangi konsumsi, Januari sampai September ini surplus sekitar 4,6 juta ton.
"Kenapa Presiden dan jajarannya sangat terlihat memaksakan pencetakan lahan ini di daerah sekitar gambut ? Food Estate di Kapuas dan Pulang Pisau membuat khawatir berbagai pihak, mengingat Kalteng terutama Pulang Pisau, sebagai kawasan terbesar berlahan gambut seluas 2.789 kilometer ini punya cerita kelam kegagalan mega proyek Pembukaan Lahan Gambut (PLG) satu juta hektare era Orde Baru," papar Slamet kepada awak media, Rabu (16/9/2020).
BACA JUGA: Antisipasi Musim Kemarau, drh Slamet Bagikan Pompa Air untuk Petani Sukabumi
Slamet mengungkapkan, pengertian ketahanan pangan tidak lepas dari UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut, kata Slamet, ketahanan pangan adalah "kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
"Saya pikir program ini agar tidak membuka lahan baru untuk percetakan sawah, lebih baik mengoptimalkan pertanian pangan yang sudah dikelola masyarakat dengan perlindungan dan pengakuan lahan mereka, serta pengembangan infrastruktur sawah yang ada," tegas Slamet.
Slamet menuturkan, banyak wilayah jadi lumbung pangan yang hilang karena alih fungsi lahan dan dikelola korporasi. Slamet mengingatkan soal pentingnya perlindungan lahan pangan yang dikelola masyarakat. Sebab, hal tersebut akan menjadi langkah tepat dalam kedaulatan pangan maupun ketahanan pangan.
"Menjadi langkah yang salah apabila kita terus membuka lahan baru atau bahkan mengkonversi lahan gambut, tetapi pada sisi yang lain kita membiarkan lahan pangan yang dikelola oleh masyarakat beralih fungsi menjadi perumahan, industri, dan hal lain diluar sektor non pertanian," tandas Slamet.