SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendorong gerakan anyar untuk menyelamatkan pelaku usaha wisata. Tekanan dari pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda.
“Kami sedang menggarap gerakan bernama stay at home economy bagi pelaku usaha ekonomi wisata, bagaimana mereka tetap berproduksi tapi di rumah, tak perlu masuk pabrik atau perusahaan, ” ujar Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Budi Wibowo di sela forum pertemuan bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM) di Yogyakarta Kamis 10 September 2020.
Budi menuturkan sebanyak 50 persen lebih dari 260.000 pelaku UMKM (usaha mikro kecil menengah) di DIY bergerak di bidang yang menyokong industri wisata.
Saat situasi normal, pelaku usaha itu rutin melakukan produksi berbagai cinderamata atau handycraft di pusat-pusat produksi, seperti perusahaan dan koperasi untuk dipasarkan di kawasan wisata.
Namun pada masa pandemi yang sudah berlangsung lebih dari lima bulan ini, semua aktivitas produksi itu masih tiarap. Walau kunjungan wisata mulai meningkat dengan pembukaan sejumlah destinasi di Yogyakarta.
Melalui gerakan baru itu, Budi mengatakan, pemerintah DIY telah memetakan pusat-pusat produksi yang banyak menyerap pelaku usaha wisata. Agar mereka bisa berproduksi kembali namun tak perlu harus masuk pabrik/perusahaan, melainkan mengerjakannya dari rumah.
“Prinsipnya kalau produksi itu sepanjang bisa dikerjakan di rumah kenapa harus di perusahaan, kan saat ini kita juga masih harus menghindari kerumunan,” ujarnya.
Budi menuturkan gerakan Stay At Home Economy ini di DIY sudah berhasil menggandeng sejumlah perusahaan, yang bergerak di bidang industri kreatif. Seperti pabrik handycraft di kawasan Piyungan Kabupaten Bantul dan pabrik pembuatan rambut palsu di Kabupaten Kulon Progo, yang memiliki ribuan karyawan.
Budi menuturkan dengan grafik perkembangan kasus Covid-19 yang justru terus meninggi di DIY saat ini, roda perekonomian yang sudah mulai menggeliat tak boleh berhenti.
Budi menuturkan, sektor wisata dan pendidikan masih menjadi mesin pertumbuhan ekonomi karena menjadi penyumbang dominan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan kontribusi sekitar 27 persen. Dari sektor pendidikan dan wisata itu banyak memicu pergerakan sektor ekonomi lainnya.
Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menuturkan, salah satu fokus bantuan pembiayaan untuk UMKM pada masa pandemi ini adalah pelaku usaha mikro yang belum bisa mengakses pembiayaan perbankan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang belum punya rekening di bank.
“Untuk kelompok ini yang mendapatkan pembiayaan dalam bentuk hibah seperti Banpres (Bantuan Presiden) produktif usaha mikro,” ujar Hanung.
Hanung menuturkan hingga pekan pertama September ini, Kemenkop-UKM telah menyalurkan bantuan berbentuk hibah Banpres produktif itu kepada 5,6 juta pelaku usaha mikro yang tersebar di 34 provinsi dengan total bantuan sebesar Rp13,4 trilyun.
"Sebelum akhir September sebanyak 9,16 juta pelaku usaha mikro harapannya sudah menerima BanPres Produktif dengan total anggaran Rp 22 triliyun," ujarnya.
Sumber: Tempo.co