SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Dalam Negeri menimbang opsi menunda pelantikan pemenang Pilkada 2020 yang terbukti melanggar protokol kesehatan Covid-19. Opsi ini diangkat demi memastikan keseriusan para pasangan calon, termasuk stakeholder lain, seperti partai pengusung agar lebih berkomitmen mencegah penularan dan membantu penanganan wabah.
"Kepatuhan para paslon, timses, dan masa pendukungnya terhadap protokol kesehatan aman Covid-19 mutlak diperlukan sebagaimana telah tercantum dalam PKPU dan aturan lainnya," kata Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 8 September 2020.
Opsi penundaan pelantikan ini muncul dalam rapat koordinasi pelaksanaan Pilkada dan penanganan Covid-19 antara Kemendagri, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu pada Senin, 7 September 2020.
Kasto mengatakan, Kemendagri menekankan bahwa upaya pencegahan dan penanganan wabah Covid-19 menjadi prioritas pemerintah. Upaya ini tak boleh diabaikan dalam pilkada, tetapi harus dijalankan dengan serius. Menurut dia, peluang emas melawan Covid-19 ada di semua tahapan Pilkada.
"Jangan sebaliknya karena abai terhadap protokol lalu Pilkada menjadi klaster baru penularan. Keadaan seperti ini tidak kita inginkan," kata dia.
Menurut catatan Kemendagri, dari 650 bakal pasangan calon yang mendaftarkan diri, ada 260 bakal pasangan calon yang melanggar. Artinya, kata dia, jumlah yang menaati protokol lebih banyak dibanding yang melanggar.
"Kemendagri serta stakeholder lainnya akan mendayagunakan semua instrumen penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan terhadap protokol Covid-19," kata dia.
Selain opsi penundaan pelantikan, opsi lain yang mengemuka adalah menunjuk pejabat dari pusat sebagai pejabat sementara (Pjs) kepala daerah. Opsi ini akan diambil jika daerah terkait terbukti melanggar protokol kesehatan secara signifikan selama Pilkada atau kurang optimal dalam mendukung pelaksanaan Pilkada serta penegakan protokol Covid-19.
Penundaan pelantikan diusulkan berlangsung dalam kurun tiga hingga enam bulan. Sanksi ini, kata Kasto, akan dikenakan kepada paslon terpilih yang terbukti berkali-kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan selama kampanye.
"Paslon terpilih yang ditunda pelantikannya akan diberikan pembinaan atau pendidikan penyelenggaraan pemerintahan oleh Kemendagri melalui BPSDM Kemendagri," kata Kasto.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan penundaan pelantikan ini bisa merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemda.
"Bahkan jika memang ini pilihan politik yang harus dilaksanakan, bisa kami siapkan Permendagri terkait hal ini. Tapi kami tetap mengedepankan pendekatan persuasif," kata Akmal melalui pesan singkat kepada Tempo, Selasa, 8 September 2020.
sumber: tempo.co