SUKABUMIUPDATE.com - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK akan mengaudit penggunaan dana untuk jasa influencer di kementerian dan lembaga seumpama diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selama ini, anggaran tersebut belum pernah diselisik secara langsung oleh lembaga audit negara.
“BPK belum menelusuri hal tersebut karena terbagi dalam beberapa kementerian dan lembaga, dan terakumulasi dalam bbrp tahun. Kecuali ada Permintaan dari DPR,” tutur Anggota BPK, Achsanul Qosasi, Ahad, 23 Agustus 2020, dikutip dari Tempo.co.
Indonesia Corruption Watch atau ICW sebelumnya menemukan anggaran senilai Rp 90,45 miliar disinyalir dipakai untuk influencer. Dari temuan itu, Achsanul menyebut dana influencer sejatinya tercecer di 34 kementerian dan lembaga sepanjang 2014-2018.
Temuan ini lalu diperlebar hingga 2020. Achsanul memperkirakan, anggaran influencer di kementerian dan lembaga bisa saja lebih besar dari jumlah yang dipaparkan ICW.
Sebelumnya, ICW mencatat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi lembaga dengan anggaran belanja terbesar untuk penggunaan jasa influencer. Anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 77,66 miliar.
Disusul peringkat kedua adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Rp 10,83 miliar. "Lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Rp 1,6 miliar, Kementerian Perhubungan dengan Rp 195,8 juta, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan Rp 150 juta," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha melalui laporan tertulis pada Jumat, 21 Agustus 2020.
Sementara itu di sektor anggaran belanja untuk aktivitas digital, Kementerian Pariwisata berada di peringkat kedua dengan nilai anggaran mencapai Rp 263,29 miliar. Lalu, ada Polri di urutan pertama dengan mengeluarkan Rp 937 miliar khusus untuk aktivitas digital. "Ada Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Rp 21,27 miliar dan Kementerian Keuangan dengan Rp 21,25 miliar," ucap Egi.
Egi mengatakan berdasarkan laporan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang digunakan ICW, pemerintah sudah menyediakan anggaran untuk aktivitas digital sejak 2014. Adapun total pengeluaran selama enam tahun ini mencapai Rp 1,29 triliun.
Sedangkan anggaran untuk menggunakan jasa influencer mencapai Rp 90,45 miliar. Lalu Rp 2,55 miliar untuk konsultan komunikasi, Rp 9,64 miliar untuk kampanye online, Rp 4,22 miliar untuk media. Kemudian ada Rp 19,21 miliar untuk kampanye digital, Rp 4,18 miliar untuk media online, Rp 344,3 juta untuk YouTube, dan Rp 2,5 miliar untuk branding.
Adapun Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Agustini Rahayu meminta Tempo untuk menghubungi Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai persoalan tersebut. “Karena itu yang disoroti adalah pemerintah, banyak K/L di dalamnya, Kominfo sebagai GPR sudah memberikan klarifikasi. Tanggapan satu pintu melalui Kominfo,” ucapnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerald Plate mengatakan belum mengetahui lebih jauh tentang anggaran yang dimaksud ICW. "Saya tidak bisa mengira-ira apa yang dimaksud oleh rekan rekan ICW," ujarnya.
Namun, Johnny menjelaskan bahwa coaching clinic school of influencer oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan program untuk pelatihan bagi masyarakat yang berminat berprofesi sebagai influencer. Artinya, bukan uang untuk membiayai influencer.
Sumber: Tempo.co