SUKABUMIUPDATE.com - Pasien COVID-19 bisa mengalami kondisi kesehatan yang menurun sehingga membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Dilansir dari Tempo.co, di sisi lain, ada juga orang tanpa gejala atau OTG dan tidak membutuhkan pengobatan. Mengapa bisa berbeda-beda?
"Ada yang langsung drop, kematian tinggi. Ada juga yang tanpa gejala atau gejala ringan. Apa penyebabnya? Imunitas yang baik, lalu tidak ada penyakit kronis," jelas dokter spesialis jantung dari Mount Elizabeth Novena Hospital, Singapura, Nikolas Wanahita dalam webinar "Jantung Sehat & COVID-19: The Dos and Don'ts", Jumat, 21 Agustus 2020.
Selain itu, ada juga peran viral load yang diasosiasikan dengan keparahan infeksi COVID-19. Saat virus masuk dalam jumlah tidak banyak, maka ada waktu untuk respons imun primer tubuh bekerja lebih cepat untuk membendung replikasi virus.
Selanjutnya, respons imun sekunder mengambil alih untuk mengeluarkan sel spesifik melawan virus, yakni B-cell dan T-cell. "Tubuh butuh waktu bergerak ke secondary immune response sekitar lima hari. Mereka keluarkan sel spesifik melawan virus termasuk B-cell dan T-cell untuk mengeluarkan antibodi spesisifik, membuat virus tidak aktif dan mati. Sekitar 1-2 minggu setelah infeksi lalu kita sembuh," jelas Wanahita.
Pada skenario buruk, virus load dalam jumlah banyak menyebabkan respons imun primer kewalahan sehingga tidak bisa membendung virus dan terjadi badai sitokin berlebihan.
"Produksi primary immune response berlebihan, sitokin akan menyerang badan sendiri, menimbulkan radang atau inflamasi berlebihan. Ini berbahaya, menyebabkan kondisi orang dengan COVID-19 cepat drop," jelasnya.
Selain viral load, penggunaan masker bisa menjadi faktor penentu tingkat keparahan COVID-19 versus hanya bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Saat seseorang batuk atau pilek (kemungkinan COVID-19) mengenakan masker dan menjaga jarak kala berada di sekitar orang lain yang juga bermasker, maka jumlah virus corona masuk ke hidung dan mulut orang-orang lebih kecil.
Jika nantinya orang di sekitar terkena COVID-19, maka kemungkinannya tidak parah, ringan, atau bahkan tak bergejala. Terkait hal ini, ia menilai penggunaan masker dan menjaga jarak lebih efektif dibanding strategi lockdown.
"Memang bukan jaminan tidak terkena COVID-19, tetapi kalau memakai masker dan menjaga jarak, COVID-19 yang didapatkan jenisnya ringan atau tidak bergejala," paparnya.
sumber: tempo.co