SUKABUMIUPDATE.com - ICW atau Indonesia Corruption Watch menemukan tiga masalah dalam Program Kartu Prakerja, yakni standar harga pelatihan, komisi, dan pengalaman lembaga pelatihan. Dikutip dari tempo.co, ICW menjelaskan untuk standar harga, berdasarkan temuan ada beberapa jenis pelatihan yang serupa namun harganya berbeda.
"Istilahnya satu atap, beda pintu," tulis pernyataan resmi ICW lewat akun Twitter hari ini, Selasa, 16 Juni 2020.
ICW menemukan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang sejatinya masih dalam satu naungan. Contohnya pelatihan menulis curriculum vitae yang ditawarkan oleh Skill Academy (SA) dan Imam Usman, salah satu pendiri aplikasi belajar Ruang Guru.
Yang menarik, meskipun platform digital dan pemberi pelatihan memberikan materi yang serupa tapi harga pelatihannya berbeda.SA (Skill Acadaemy) Rp 135 ribu dan Iman Usman membanderol Rp 168 ribu.
Contoh lain, ICW melanjutkan, tidak ada standar harga semisal dalam pelatihan desain grafis. Temuan ICW menunjukkan harga untuk materi terkait desain grafis bervariasi mulai dari Rp 227 ribu hingga Rp 1 juta.
Masalah kedua, menurut ICW, ketidakjelasan standar komisi atau keuntungan yang akan diterima oleh para mitra Kartu Prakerja dari tiap pelatihan yang diikuti.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja hanya menuliskan jika para mitra bisa mengambil komisi yang wajar.
Ketidakjelasan itu membuat besaran komisi yang diambil tergantung masing-masing platform digital. Contohnya, platform digital MauBelajarApa menginformasikan ada biaya administrasi dan pemasaran 20 persen dari tiket kelas yang terjual.
"Sayangnya informasi mengenai biaya di tujuh platform digital lainnya tidak tersedia. Sehingga kita gak tahu berapa persen komisi yang mereka ambil," tutur ICW.
Adapun persoalan ketiga adalah pengalaman lembaga pelatihan yang diragukan. Hasi pengecekan secara acak oleh ICW ditemukan ada dua lembaga yang pengalamannya menyelenggarakan pelatihan baik online atau offline dipertanyakan, yakni lembaga pelatihan Boleh Dicoba Digital dan BLK Komunitas Ponpes Al-Aitaam.
Boleh Dicoba Digital memiliki layanan pelatihan terkait E-commerce Web Development, Digital Marketing, Campaign Optimizing, Strategy, dan Digital Advertisement. Namun, lembaga ini diduga tidak memiliki pengalaman menyelenggarakan pelatihan secara online atau offline.
Adapun BLK Komunitas Ponpes Al-Aitaam adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga politeknik.
"Tapi tidak punya pengalaman dalam pelatihan online," tuturnya.
ICW juga menemukan satu lembaga yang pengalaman dan kemampuan pelatihannya diragukan, yakni Vokraf.
Situs http://vokraf.com baru terbentuk pd 28 Agustus 2019 sedangkan grand launching Vokraf sebagai platform edukasi online pada 21 Februari 2020 atau 7 hari sebelum munculnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Kartu Prakerja.
"Hal ini tentu memunculkan pertanyaan, apakah lembaga ini memang memiliki pengalaman dalam pelatihan atau sengaja dibentuk untuk mengikuti Program Kartu Prakerja?," kata ICW.
SUMBER: TEMPO.CO