SUKABUMIUPDATE.com - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk menyelidiki penanganan kasus penyiraman penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Langkah ini setidaknya bisa menunjukkan keseriusan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi.
"Setidaknya ini bisa menjadi pembuktian bahwa dia bisa benar-benar komitmen dalam penuntasan perkara Novel Baswedan ini," ujar Kurnia saat dihubungi Tempo, Jumat, 12 Juni 2020.
Kurnia mengatakan TGPF harus menyelidiki kejanggalan dalam penanganan kasus Novel Baswedan. Baik di tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Terakhir, diketahui jaksa menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara saja pada dua terdakwa penyiraman, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Tuntutan ini dinilai terlalu ringan.
"Dalam persidangan Novel ini sangat terlihat keadilan bukan lagi berpihak pada korban kejahatan, tapi lebih berpihak kepada pelaku kejahatan," kata Kurnia.
Kurnia mengatakan komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi mulai terlihat luntur saat Novel pertama kali diserang pada 2017 silam. Kurnia menilai proses pencarian pelaku memakan waktu terlalu lama hingga 2 tahun. "Ada pula TGPF yang dulu tak kunjung dibentuk," kata Kurnia.
Sejak itu, komitmen Jokowi semakin dipertanyakan. Selain memilih Komisioner KPK baru di 2019 yang banyak mengundang kontroversi, Jokowi juga telah membuat Revisi Undang-Undang KPK berjalan. Padahal, Kurnia mengatakan ada beberapa regulasi yg harusnya menjadi fokus pemerintah hari ini tapi tak kunjung dikerjakan.
"Misal revisi UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua rancangan UU perampasan aset. Dua regulasi ini sebenarnya menguatkan pemberantasan korupsi di Indonesia, tapi yang dipilih Pak Jokowi justru merusak KPK dengan merevisi UU KPK," kata Kurnia.
sumber: tempo.co