SUKABUMIUPDATE.com - Eks Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dipastikan belum mendapat sanksi dari Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM RI terkait wawancaranya dengan Deddy Corbuzier di rumah sakit beberapa waktu lalu.
Achmad Cholidin, kuasa hukum Siti Fadilah mengatakan, dirinya belum mendapatkan informasi soal sanksi terhadap kliennya.
"Sampai saat ini kami belum mendapat informasi apakah ibu disanksi atau tidak," kata Achmad Cholidin kepada suara.com, Senin (8/6/2020).
Meski begitu, menteri era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata telah diperiksa oleh Ditjen Pas Kemenkumham di Rumah Tahanan Pondok Bambu, pada minggu lalu. "Pemeriksaan internal, minggu kemarin," ungkap Achmad.
Namun, Achmad belum mendapatkan keterangan keseluruhan dari Siti Fadilah, setelah diperiksa oleh pihak Ditjen PAS. Itu karena Achmad terakhir berkomunikasi dengan kliennya pada Kamis pekan lalu. Kala itu, Siti Fadilah menghubungi Achmad melalui telepon yang berada di Rumah Tahanan Pondok Bambu.
"Karena ibu sampai saat ini belum menghubungi saya lagi. Karena terakhir hari Kamis. Terkait dia belum mau menandatangi ada beberapa BAP yang tidak cocok dengan kejadian, jadi itu yang minta dikoreksi terlebih dahulu," kata Achmad.
Untuk diketahui, Siti Fadillah sempat dirujuk ke RSPAD, pada Rabu (20/5/2020) lalu, lantaran untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam Rutan Pondok Bambu. Apalagi, Siti mempunyai riwayat penyakit Asma.
Ketika dirumah sakit, Deddy Corbuzier bersama timnya sempat memawancarai Siti Fadilah. Terkait wawancara itu, Deddy dianggap menyalahi aturan Kementerian Hukum dan HAM RI yang tertuang sebagai berikut.
Pasal 28 (1) yang mengatakan bahwa peliputan untuk kepentingan penyediaan informasi dan dokumentasi harus mendapat izin secara tertulis dari Ditjen PAS.
Kemudian, melanggar Pasal 30 ayat 3 yang menyatakan bahwa Peliputan hanya dapat dilakukan pada hari kerja dan jam kerja yang ditentukan oleh masing-masung unit/satuan kerja.
Serta Pasal 30 ayat 4 yang menyatakan bahwa Pelaksaanaan peliputan harus didampingi oleh pegawai pemasyarakatan dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Terakhir melanggar Pasal 32 ayat 2, menyatakan bahwa wawancara terhadap narapidana hanya dapat dilakukan jika berkaitan dengan pembinaan narapidana.
sumber: suara.com