SUKABUMIUPDATE.com - Pembukaan tempat ibadah sebagaimana tercantum dalam surat edaran Menteri Agama Fachrul Razi di tengah pandemi dikhawatirkan terlalu tergesa-gesa dan berpotensi menjadi kluster baru penyebaran virus karena orang tanpa gejala yang datang tidak bisa terdeteksi.
Sementara, di lapangan sebagian rumah ibadah yang mulai membuka pintu bagi masyarakat untuk beribadah, masih dalam tahap persiapan menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
<iframe style="box-sizing: border-box; overflow-wrap: break-word; margin: auto; padding: 0px; border-width: 0px; border-style: initial; font-variant-numeric: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-stretch: inherit; font-size: 15px; line-height: inherit; font-family: Arial, sans-serif; vertical-align: baseline; color: #333333; letter-spacing: 0.5px; display: block;" width="1" height="1" frameborder="0" scrolling="no"></iframe>
Masjidil Haram Mekah sepi saat Ramadan, di tengah pandemi Covid-19 Virus corona mengubah pelaksanaan perayaan Paskah dan persiapan Ramadan MUI rilis fatwa penyelenggaraan ibadah di tengah wabah Covid-19
BBC News Indonesia mengunjungi salah satu masjid di kawasan Jakarta Timur yang telah membuka kembali peribadatan secara reguler.
Sejumlah protokol kesehatan belum tersedia, seperti alat pendeteksi suhu tubuh, sabun pencuci tangan, pembatasan jarak dan sebagian jemaah tak menggunakan masker. Namun, pengurus masjid mengatakan protokol kesehatan Covid-19 baru akan dipersiapkan.
Masjid Jami Baiturrahman, salah satu tempat ibadah di Jakarta Timur sudah mulai membuka pagar bagi masyarakat sekitar atau yang lewat untuk beribadah sehari setelah Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan surat edaran tentang relaksasi di tempat ibadah.
Adzan dzuhur berkumandang, puluhan jemaah segera membasuh air ke sebagian tubuh sebagai pembersihan 'wudhu' untuk salat. Namun tak terlihat keberadaan sabun pencuci tangan di antara keran-keran air.
Puluhan jemaah pun mulai merapatkan barisan, dengan jarak kurang dari satu meter. Sebagian besar dari mereka tak menggunakan masker, sebagian lagi membawa alas salat sajadah sendiri dari rumah.
Ruangan masjid tak beralas karpet, yang menurut petugas kebersihan setempat, Mujono, "selalu dibersihkan sehari dua kali".
"Untuk bersih lantai, karena nggak ada karpetnya ini. Dari awal corona itu nggak boleh (pakai karpet)," katanya ketika ditemui BBC News Indonesia, Minggu (31/05).
Sementara itu, pengurus masjid setempat, Urip Rejeki mengungkapkan, per hari ini, pihaknya baru akan mempersiapkan penandaan pembatasan jarak antar jemaah.
"Jaraknya paling sekitar satu meter. Jadi dua ubin," katanya.
Selain itu, lelaki berusia 74 tahun tersebut juga mengklaim masjid masih memiliki persediaan sabun pencuci tangan, sebagai bagian penerapan protokol kesehatan di tengah pandemi.
"Masalahnya cuci tangan pakai sabun. Itu stoknya masih ada," kata Urip.
Pihak Masjid juga merencanakan untuk mengadakan ibadah salat Jumat pekan ini. Sebelum pandemi, jemaah yang beribadah Jumat jumlahnya lebih dari 40 orang, membludak sampai ke jalanan.
"Cuma banyakan (jemaah) yaitu musafir, yang numpang lewat," kata Urip.
"Kita juga harus taat sama pemerintah. Karena kita kan rakyat yang dibina oleh negara. Jadi, mungkin Inshaallah (salat) Jumat akan diadakan," tambah Urip.
Salah satu jemaah yang enggan disebut namanya mengaku sudah berserah diri pada Ilahi terkait kekhawatiran penyebaran Covid-19 dari rumah ibadah.
"Kalau saya biasa saja. Nggak khawatir, ya kita berdoa saja," katanya.
Harus jadi contoh pencegahan Covid-19
Akhir pekan kemarin, Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 15 tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di masa pandemi.
Ia berharap penerapan panduan ini dapat meningkatkan spiritualitas umat beragama dalam menghadapi Covid-19.
"Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan persebaran Covid-19," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (30/05).
Pemerintah pun mengatur kegiatan keagamaan tak berdasarkan status zona yang berlaku di suatu daerah. Artinya, pelaksanaan kegiatan keagamaan tetap dibolehkan di pelbagai zona, selama di lingkungan tersebut tidak terdapat kasus Covid-19.
"Meskipun daerah berstatus zona kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif," kata Fachrul.
Berdasarkan surat edaran tersebut, rumah ibadah wajib mengantongi Surat Ibadah Aman Covid dari ketua gugus tugas dari tingkat provinsi hingga kecamatan.
"Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan," kata Fachrul.
Sejumlah ketentuan yang menjadi protokol kesehatan Covid-19 di rumah ibadah antara lain:
Keberadaan petugas untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan Pembersihan dan disinfeksi secara berkala di area rumah ibadah. Penyediaan fasilitas sabun cuci tangan atau penyanitasi tangan di pintu masuk Penyediaan alat pengecek suhu badan di pintu masuk Pengaturan pembatasan jarak dengan tanda khusus minimal satu meter. Penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah dari luar lingkungan rumah ibadah.
Selain itu, surat edaran juga mengatur masyarakat harus sehat jika ingin ikut kegiatan keagamaan secara kolektif. Termasuk, masyarakat harus yakin rumah ibadah sudah mengantongi surat izin, menggunakan masker, mencuci tangan, menghindari kontak fisik seperti bersalaman, dan menjaga jarak minimal satu meter.
Ketika wabah virus corona berdampak pada ibadah agama Haji 'kecil kemungkinan' diselenggarakan tahun ini, di Arab Saudi 'belum ada persiapan sama sekali' Pengurus masjid kehilangan pemasukan selama Ramadan, 'Biar Allah yang mencukupi di akhirat'
Masyarakat yang ingin berdoa di rumah ibadah juga diwajibkan tak berlama-lama, dan dilarang mengajak anak-anak serta lansia yang rentan terhadap penularan Covid-19.
"Hal-hal yang belum diatur dalam panduan ini, akan diatur secara khusus oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Majelis-majelis Agama terkait. Panduan ini akan dievaluasi sesuai dengan perkembangan pandemi Covid-19," kata Fachrul.
Tak ada jaminan dan tergesa-gesa
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai pemerintah terlalu cepat memutuskan membuka kembali rumah ibadah di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, angka penyebaran Covid-19 masih tinggi.
"Saya menilai keputusan menteri agama itu terlalu tergesa-gesa, karena kalau kita mengikuti data dari gugus tugas Covid itu sama sekali tidak ada tanda-tanda pandemi Covid-19 ini landai," katanya kepada BBC News Indonesia, Minggu (31/05).
Panduan beribadah dengan 'new normal', Abdul Mu'ti juga meyakini nantinya tak semua rumah ibadah mengantongi izin dari pihak terkait untuk membuka kembali kegiatan keagamaan.
"Dalam praktiknya, saya kira masjid-masjid itu tetap saja akan dibuka, tempat-tempat ibadah lain juga akan dibuka tanpa harus ada izin dari pejabat setempat," kata Mu'ti.
Selain itu, tak ada jaminan penularan Covid-19 dapat dihindari dari rumah ibadah. "Tidak ada satupun sebenarnya yang berani menjamin satu wilayah itu benar-benar aman Saya khawatir itu akan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penangann Covid-19 akan berjalan semakin lambat," katanya.
Sementara itu, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) secara umum menilai belum waktunya tatanan kehidupan baru atau new normal diterapkan pemerintah. Sebab, angka penyebaran Covid-19 masih belum turun.
"Itu sangat berisiko bila dibuka, atau dilaksanakan ibadah di wilayah dengan kondisi yang masih zona bahaya," kata Sekretaris Umum PGI, Jacky Manuputty melalui sambungan telepon, Minggu (31/05).
PGI bersikap gereja tetap dapat melakukan aktivitas keagamaan secara kolektif dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, termasuk hanya bisa dilakukan di daerah dengan tingkat penyebaran virus yang sudah menurun. Kata Jacky, gereja juga harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
"Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan otoritas kesehatan setempat dan gugus tugas setempat. Kedua, penerapan protokol pengamanan diri pribadi, komunitas atau kelompok itu harus sungguh-sungguh dibuat," katanya.
Jacky menambahkan selama masa pandemi, jemaah gereja sudah melakukan kegiatan keagamaan melalui daring. Dan sampai saat ini sudah mulai beradaptasi dengan aktivitas tersebut.
"Saya pikir sudah tiga bulan, orang sudah beradaptasi dengan situasi di mana orang tak bisa kumpul secara bersama," katanya.
Waspadai orang tanpa gejala
Dokter yang bekerja untuk kemanusiaan di Kawal Covid-19, Dewindra W. khawatir rumah ibadah menjadi klaster baru penyebaran virus. Sebab, kata dia, sebagian orang yang terjangkit Covid-19 tidak menunjukkan gejala, termasuk uji virus corona yang belum menyeluruh.
"Kan OTG (orang tanpa gejala) itu banyak sekali, kita tak ada testing massal loh, bagaimana kita bisa mengatakan ini zona hijau misalnya," katanya kepada BBC News Indonesia.
Dewindra bekerja di salah satu lembaga kemanusiaan internasional dan pernah menjadi dokter untuk epidemi ebola di Liberia dan campak di Samoa. Berdasarkan pengalamannya, tempat ibadah kerap menjadi pusat penyebaran wabah.
"Kalau waktu di ebola itu, memang tempat ibadah itu menjadi salah satu sumber penularan, dan sekarang itu jaga jarak yang paling penting," kata Dewindra.
Selain itu, mereka yang terkena ebola dan campak sudah dipastikan menunjukkan gejala, seperti demam tinggi. Berbeda dengan virus corona yang menyebarnya lebih cepat melalui droplet.
"Kenapa dia lebih berbahaya dari ebola menyebarnya. Karena penularannya (ebola) itu lewat cairan tubuh, jadi lebih sedikit, lebih susah. Nah, ini kan droplet (virus corona), ngomong, bisik-bisik itu kan keluar dropletnya," kata Dewindra.
Saat ini belum ada data mengenai jumlah orang tanpa gejala di seluruh Indonesia. Namun, sebagai gambaran, di Jakarta, jumlah OTG per 30 Mei 2020 mencapai 18.371 orang yang sedang diawasi.
Saat ini pemerintah mempersiapkan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebanyak 102 kabupaten dan kota yang ditetapkan zona hijau diizikan untuk beraktivitas dalam "kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19".
Dengan ketentuan ini maka sejumlah sektor dibuka kembali seperti rumah ibadah pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, dan restoran, perkantoran, dan bidang-bidang lain, yang dianggap penting, namun aman dari ancaman Covid-19.
"Tahapan-tahapan sosialisasi tersebut, tentunya harus bisa dipahami, dimengerti, dan juga dipatuhi oleh masyarakat. Intinya, keberhasilan masyarakat produktif dan aman Covid-19 sangat tergantung," kata Ketua Gugus Tugas Doni Monardo dalam keterangan pers.
Sumber: suara.com