SUKABUMIUPDATE.com - Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI melaporkan Deputi Penindakan KPK Karyoto ke Dewan Pengawas akibat kegagalan operasi tangkap tangan Rektor UNJ Komarudin.
Dilansir dari tempo.co, menurut MAKI, KPK tidak hati-hati sehingga OTT terhadap Rektor UNJ gagal.
“Laporan kami kirim lewat email,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman hari ini, Selasa, 26 Mei 2020.
Boyamin menduga, rencana OTT KPK tidak matang hingga tidak berhasil menemukan modus pemberian uang dalam kasus UNJ. Lemahnya perencanaan OTT itu, kata dia, juga terlihat saat KPK tidak menemukan unsur penyelenggara negara dalam tindak pidana suap itu.
Boyamin pun menengarai OTT KPK juga tak melibatkan jaksa KPK. Selama ini jaksa berperan sebagai pengendali penanganan perkara untuk memastikan substansi tindak pidana, waktu eksekusi penangkapan, penahanan, serta mengidentifikasi peran para pihak.
Pada Kamis pekan lalu, KPK menangkap pegawai UNJ yang diduga memberikan uang kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rektor UNJ Komarudin dan beberapa staf di Kemendikbud lantas diperiksa. KPK lalu melimpahkan kasus ini kepada Polda Metro Jaya dengan alasan tak menemukan unsur pelaku penyelenggara negara.
MAKI melihat OTT KPK saat itu juga tidak lengkap secara administrasi penyelidikan dan permintaan keterangan.
“Jika tangkap tangan ini bagus dengan segala administrasnya, maka potensi gagal adalah kecil," ujar Boyamin.
Boyamin bahkan meyakini OTT itu tidak diawali dengan penyadapan. Padahal, penyadapan bagian dari prosedur di KPK.
Soal Karyoto, Boyamin melaporkanya atas dugaan pelanggaran etik dalam pengumuman OTT ke media massa.
Dia mengatakan Karyoto diduga melakukan pelanggaran karena melakukan rilis pers sendirian. Tindakan itu bertentangan dengan hasil evaluasi Dewas KPK yang berisi arahan bahwa yang boleh memberikan pernyataan kepada pers tentang kasus hanya pimpinan dan Juru Bicara KPK.
Menurut dia, Karyoto dalam rilisnya menyebutkan nama lengkap orang-orang yang ditangkap dan diperiksa. Seharusnya mereka disebut dengan inisial nama demi asas praduga tidak bersalah.
Sumber : tempo.co