SUKABUMIUPDATE.com - Firma DNT Lawyers, kuasa hukum para anak buah kapal (ABK) Indonesia yang diduga mengalami perbudakan di Kapal Long Xing 629, menceritakan awal mula meninggalnya tiga kru bernama Sepri, M. Muh Alfatah, dan Ari.
Dilansir dari tempo.co, salah satu tim DNT Lawyers, Pahrur Dalimunthe, menuturkan, pada Desember 2019, Sepri dan Alfatah, mengalami bengkak di sekujur tubuhnya. "Mereka juga mengalami sakit di bagian dada, serta sesak nafas, selama 45 hari sebelum meninggal," ujar dia melalui keterangan tertulis pada Ahad, 10 Mei 2020.
Kemudian, pada Maret 2020, Ari mengalami sakit yang sama selama 17 hari sebelum akhirnya meninggal pada akhir bulan.
Menurut Pahrur, selama ketiga ABK itu sakit, kapten kapal hanya memberikan obat yang tak dipahami lantaran tertulis dalam bahasa Cina.
"Bahkan sudah kadarluarsa. Kapten juga menolak permintaan para ABK lainnya untuk membawa rekannya yang sakit ke rumah sakit," kata dia.
Pada masa kritis itu, Alfatah dipindahkan ke Kapal Long Xing 802 dan Sepri ke Kapal Long Xing 629. "Mereka meninggal di kedua kapal itu," ucap Pahrur.
Rekan sesama ABK kemudian meminta jenazah ketiga ABK itu agar disimpan ke tempat pendingin. Tujuannya supaya bisa dibawa pulang dan dimakamkan di Indonesia. Namun, kata Pahrur, kapten kapal menolak dan melarung jenazah ke tengah laut.
Terkuaknya insiden ini kemudian membuat Pemerintah Indonesia bergerak untuk mengusut. Kepolisian RI pun telah menyatakan membuka penyelidikan terhadap dugaan perbudakan dan eksploitasi di kapal berbendera Cina ini.
Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah memeriksa 14 ABK Indonesia yang telah dibawa pulang ke Indonesia. Dari hasil pemeriksaan awal, kepolisian pun menemukan indikasi terjadinya perbudakan dan eksploitasi terhadap seluruh ABK Indonesia.
Sumber : tempo.co