SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai kurang mengandalkan pemerintah daerah dalam program Kartu Prakerja. Sebab, program penanganan korban PHK ini hanya mengandalkan instruksi dari pemerintah pusat.
Dilansir dari tempo.co, “Padahal, mereka (daerah) yang tahu soal data penduduk dan karakteristiknya,” kata ekonom Aviliani yang juga anggota Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dalam diskusi online di Jakarta, Sabtu, 2 Mei 2020.
Dalam beberapa minggu terakhir, Kartu Prakerja yang merupakan janji kampanye Jokowi terus menuai polemik. Sebab, Jokowi merancang ulang program ini. Dari semula untuk peningkatan kemampuan tenaga kerja, menjadi program penanganan korban PHK akibat Covid-19.
Anggaran Rp 20 triliun disalurkan untuk 5,6 juta pekerja. Masing-masing mendapat uang Rp 3,55 juta untuk biaya pelatihan online dan insentif pasca-pelatihan. Namun, sebagian pihak menilai program ini tidak tepat sasaran karena yang lebih dibutuhkan adalah bantuan langsung tunai.
Aviliani melanjutkan bahwa tidak semua korban PHK di daerah pun memiliki akses internet, yang menjadi syarat pelatihan Kartu Prakerja. Belum lagi, tidak semua memiliki komputer untuk mengakses program ini. Sehingga, seharusnya anggaran Rp 20 triliun ini diberikan saja kepada pemerintah daerah.
Pemerintah daerah yang lebih mengetahui karakteristik penduduknya, bisa menyalurkan kepada korban PHK agar lebih tepat sasaran. Nantinya, kata Aviliani, pemerintah pusat tinggal memberikan sejumlah syarat kepada daerah. “Pusat tinggal awasi,” kata dia.
Tak hanya pada program Kartu Prakerja, tapi berbagai program penanganan Covid-19 pun dinilai tidak banyak melibatkan peran pemerintah daerah. Walhasil, kebanyakan program penanganan di daerah merupakan inisiatif dari gubernur setempat. Maka di tengah kondisi ini, Aviliani berharap ke depan akan ada kebijakan khusus untuk lebih melibatkan daerah di tengah pandemi ini.
Sumber: Tempo.co