SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dilansir dari tempo.co, salah satu hal yang diatur adalah protokol PSBB berdasarkan permohonan pemerintah daerah berdasarkan bukti empiris.
Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menetapkan PSBB di suatu wilayah berdasarkan permohonan kepala daerah. Dengan kata lain, PSBB hanya dapat dilakukan jika kepala daerah mengajukan penerapan protokol tersebut.
"Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data," seperti tertera dalam beleid yang ditandatangani Jumat, 3 April 2020.
Dalam peraturan tersebut, Terawan menetapkan bahwa data yang dimaksud adalah peningkatan volume kasus berdasar waktu, penyebaran daerah kasus berdasar waktu, dan kejadian transmisi lokal.
Jika data tersebut menunjukkan adanya penyebaran yang cepat, peningkatan kasus yang tinggi, dan adanya transmisi lokal, Terawan akan mengirimkan tim khusus pada daerah tersebut dan mengimplementasikan PSBB.
Adapun, PSBB yang dimaksud adalah peliburan sekolah dan tempat kerja. Sementara itu, kegiatan di tempat ibadah, fasilitas umum, tempat sosial dan kebudayaan, dan operasi transportasi umum akan dibatasi.
Namun demikian, beleid tersebut akan memberikan pengecualian pada fasilitas yang terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Terkait sektor manufaktur, Terawan mengecualikan unit produksi di sektor produksi komoditas esensial, seperti obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya, dan kemasan untuk produk-produk tersebut.
Selain itu, angkutan truk barang untuk keperluan distribusi bahan baku industri manufaktur dan assembling juga akan dikecualikan dari beleid tersebut. Dengan kata lain, proses produksi dan arus barang untuk kebutuhan pokok, alat kesehatan, dan farmasi akan berjalan lancar.
Sebelumnya, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) meminta agar pemerintah pusat menertibkan pemerintah daerah yang melakukan restriksi tinggi terhadap arus barang dan manusia pada industri plastik hilir.
"Ada beberapa daerah yang mengisolasi. Jadi kami tidak bisa masuk ke kecamatan tertentu. (Pemerintah Daerah) Bekasi sudah mengeluarkan pelarangan (proses produksi). Itu tidak sejalan dengan (tujuan) kami untuk mendukung (pembuatan) produk pendukung penyebaran Covid-19," kata Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono seperti dikutip dari Bisnis.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Michael Susanto Pardi mengatakan pihaknya setuju dengan pemberlakuan protokol penguncian daerah. Namun demikian, lanjutnya, restriksi pergerakan barang yang tinggi merupakan arahan yang kontraproduktif.
"Industri makanan perlu bahan baku dari kami, industri kimia dasar. Ini dampaknya beruntun (kalau restriksi arus barang terlalu tinggi). Kami berharap pemerintah bisa menyelaraskan kebijakan. Tanpa industri kimia, industri yang produksi APD (alat pelindung diri), masker, dan lainnya juga akan berhenti," katanya kepada Bisnis.
Michael mencatat setidaknya ada 21 sektor manufaktur yang membutuhkan produk kimia dasar anorganik di dalam negeri. Adapun, produk tersebut diproduksi oleh sekitar 25 unit industri.
Sumber : tempo.co