SUKABUMIUPDATE.com - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Pujiyono menyayangkan kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membebaskan napi koruptor. Dilansir dari tempo.co, apalagi kebijakan dengan dalih mencegah penularan virus Corona atau COVID-19 itu juga didukung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kapasitas penjara yang terbatas sehingga berpotensi menjadi tempat menularan COVID-19 tidak bisa menjadi alasan untuk melepaskan para terhukum tindak pidana khusus itu. "Masih ada pilihan lain yang mungkin lebih tepat," kata Puji, Sabtu 4 April 2020.
Pujiyono mengatakan bahwa tindak pidana korupsi masih menjadi musuh bersama masyarakat. Kebijakan itu sangat berlawanan dengan semangat antikorupsi. "Jika kebijakan ini dilakukan, akan menjadi penanda bahwa reformasi memang telah dikorupsi."
Salah satu alternatif yang diusulkan adalah mempekerjakan para narapidana korupsi. "Pemerintah bisa menyediakan gedung dan alat pembuatan masker dan alat pelindung diri (APD) medis dan dikerjakan oleh para napi korupsi."
Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kematian petugas medis tertinggi akibat COVID-19. "Salah satu penyebabnya adalah minimnya alat pelindung diri." Langkah untuk mempekerjakan koruptor untuk ikut membantu produksi APD itu bisa menjadi salah satu solusi.
Asimilasi, kata Pujiyono, memang hak para narapidana yang telah menjalani dua per tiga masa hukuman. "Tapi selama ini asimilasi selalu dipersepsikan dibebaskan atau dirumahkan." Dia berharap pemerintah memilih jalan yang lebih produktif dan tidak mencederai semangat reformasi.
Sumber: Tempo.co